OlehDina lestari ( Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Keguruan dan Pendidikan UNIVERSITAS SAMAWA ) Di zaman edan, orang pandai belum tentu sukses dan orang bodoh belum tentu sengsara (yang penting adalah berani). Yang sukses adalah orang yang cerdik dan licik, sedangkan orang jujur meski pekerja keras hidupnya sengsara. “Jujur ajur, ala mulya” begitulah pepatah jawa dalam menggambarkan jaman edan, yang maknanya orang jujur malah bisa jadi hancur karena ditinggalkan orang-orang sekitarnya (yang tidak beres moralnya) dan sebaliknya, orang “ala” (tidak baik moralnya) malah kehidupannya bisa jadi baik, karena berani berbuat dengan…
Category: OPINI
OPINI : Hukum Tumpul ke Atas Runcing ke Bawah, Adilkah ?
Oleh Mujahidah Abdul Hamid ( Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Keguruan dan Pendidikan UNIVERSITAS SAMAWA ) Negeriku yang terpandang dengan kekayaan sumber daya, dibalik rupanya 1001 aturan ditegapkan demi tercapainya sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang terpatri bukanlah keadilan yang merata, namun seolah tangisan menjerit dan jiwa merajalela mencari dinamika keadilan ini? Haruskah begini yang di atas terus tertawa dan yang di bawah terus terisak, sebab kehidupan bukan tentang hari ini dan esok, namun ada hari lusa yang menanti dan hari esok yang menyongsong. (penulis) Indonesia adalah…
OPINI : Pendidikan Daerah Terpencil, Elegy yang Terlupakan
Oleh Desi Fitria Nengsih (Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Keguruan dan Pendidikan UNIVERSITAS SAMAWA) Sungguh miris, haru bagaikan hati terasa tercabik-cabik karena pada zaman modern ini melihat masih ada sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil belum bisa mendapat bantuan dan uluran tangan dari pemerintah padahal Indonesia sudah merdeka 74 tahun. Bahkan banyak anak-anak di daerah terpencil yang belum bisa merasakan manfaat jaringan internet, alat komunikasi seperti telepon genggam (gadget), maupun televisi, terkadang di daerah terpencil listrik pun tidak ada sehingga anak-anak kesulitan mendapatkan informasi yang ada di kota-kota, juga…
OPINI : Dari Kompetitor Menjadi Pembantu
Membaca Semiotik Politik Prabowo Oleh : Ubaidullah – Ketua Umum PDRI Wilayah NTB,– Staf Pengajar UNSA “Sungguh aneh tapi nyata, itulah realita politik yang harus kita terima sebagai bagian dari etape demokrasi yang berjalan penuh liku-liku tapi ada nuansa romantika genit dari para aktor yang melakoninya. Politik memang jarang bisa ditebak arah lajunya, sehingga yang tadinya competitor sekarang menjadi pembantu atau anak buah.” Perlu kiranya, saya memulai tulisan ini dengan merunut kembali awal pertemuan antara presiden terpilih yaitu Jokowi dengan rival politiknya Probowo yaitu di stasiun MRT lebak Bulus Jakarta…
OPINI : Mendeteksi Calon Pemimpin yang Paling Dibutuhkan Sumbawa
Oleh : Heri Kurniawansyah HS (Dosen Fisipol Universitas Samawa) Latar Belakang Take off Pilkada Kabupaten Sumbawa sudah mulai dihembuskan ke permukaan meskipun masih hanya sebatas mempromosilan orang-orang tertentu melalui gambar demi gambar yang dianggap pantas untuk bertarung dalam pesta demokrasi lokal tahun 2020 mendatang. Foto-foto tersebut lebih kepada mereka yang dianggap populer di bidangnya masing-masing, bahkan yang tidak populer sekalipun sengaja dipopulerkan agar publik mengenalnya lebih jauh. Tidak ada yang salah dengan fenomena tersebut, namun penulis menyayangkan tidak ada satupun disematkan keyword mengapa orang tersebut pantas untuk dicalonkan. Semuanya…
OPINI : Pemilu yang Memilukan (Refleksi Pelaksanaan Pemilu Serentak 2019)
Oleh : Ubaidullah (Ketua Umum Persaudaraan Dosen RI Wilayah NTB dan Ketua I Pemuda Muhammadiyah Sumbawa serta Staf Pengajar UNSA) “Satu harapan yang ingin dicapai oleh suatu bangsa yang telah melaksanakan kontestasi demokrasi adalah melahirkan presiden dan wakil presiden dan anggota parlemen yang adil dan jujur dibarengi nuanasa kedamaian, riang gembira demi kemaslahatan bagi semunya” (Penulis). Indonesia telah melaksanakan suatu proses demokrasi yaitu pemilihan umum serentak tahun 2019. Perlu kembali kita memahami arti dari kata demokrasi. secara etimologi demokrasi berasal dari dua kata dari bahasa Yunani, yakni demos dan kratos.…
OPINI : Menakar Pertaruhan Kepentingan Pasca Pilpres
(Edisi : Jokowi – Ma’ruf) Oleh : Heri Kurniawansyah HS (Fisipol UNSA & Awardee LPDP RI Fisipol UGM) Mungkin sangat menarik jika tema pembahasan kita sedikit digeser kepada mapping konstalasi politik pasca pilpres kali ini, karena dalam perspektif lain, pertaruhan dan tantangan politik yang sebenarnya justru baru akan dimulai setelah pilpres itu sendiri. Hipotesisnya adalah bahwa tarik ulur kepentingan itu justru akan dimulai setelah presiden terpilih, yaitu penentuan siapa yang akan duduk di kabinet, komisaris, duta besar, dan posisi-posisi strategis lainnya. Sudah barang tentu semua yang pernah berkeringat mengharapkan posisi…
OPINI : Bergerak Bersama Selamatkan Bumi Kita
Oleh : (Dani Wijaya & Ani Sulastri) ~ Sobat Bumi Sumbawa Pantai Ai Lemak yang berada di kawasan Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa, NTB terkenal sebagai salah satu pantai yang kurang bersih. Padahal, pantai ini menjadi salah satu lokasi yang sering dijadikan sebagai area rekreasi, kegiatan camping dan tempat berlibur bersama keluarga maupun kerabat terdekat. Pantai Ai Lemak tidak hanya di kunjungi oleh masyarakat Sumbawa melainkan juga masyarakat luar Sumbawa. Namun, pengunjung dan masyarakat sekitar tidak menyadari betapa penting selalu menjaga kebersihan lingkungan agar lokasi Pantai Ai Lemak sebagai lokasi…
Dominannya Personal Branding, Lunturnya Politik Primordial dan Nihilnya Pengaruh Parpol
(Pasca Pilkada NTB 2018) Oleh : Heri Kurniawansyah HS (Alumni FISIPOL UNSA & Peraih beasiswa LPDP RI Pasca Sarjana Kebijakan Publik FISIPOL UGM) “Pilkada NTB telah menunjukkan terjadinya penguatan rational choice seiring dewasanya usia demokrasi. Eksistensi partai politik tidak lagi menjadi mesin buas pendulang suara, melainkan paradigma tersebut telah bergeser ke personal branding” (HK).
OPINI : Pilkada itu Lebih Kejam dari Perempuan ?
Oleh : Imron Fhatoni Anggota HMI Komisariat Fakultas Hukum Universitas Mataram Di satu group facebook, orang-orang tengah berdebat tentang siapa yang lebih pantas memimpin NTB paska Tuan Guru Bajang. Mereka sama-sama memuji jagoan masing-masing. Mereka hendak mengumumkan kepada publik bahwa pasangan yang mereka usung adalah pahlawan yang sebenarnya. Di media sosial, mereka sesumbar bahwa sang calon layaknya manusia dengan trah separuh dewa yang turun dari langit, lalu berniat mengentaskan segala permasalahan di bumi sejuta sapi. Benarkah? Cuih!