Sumbawa, PSnews – Pulau Moyo merupakan salah satu pulau kecil di wilayah Kabupaten Sumbawa yang sering didatangi para selebritis mancanegara. Salah satu daya tarik Pulau Moyo adalah suasana hutan tropis yang masih alami. Pulau yang luasnya sekitar 330 kilometer persegi ini ditetapkan sebagai kawasan Konservasi Taman Buru dan Taman Wisata Alam Laut melalui SK Menteri Kehutanan No.308/Kpts-II/1986 tanggal 29 September 1986 dengan luas 22.250 Ha Taman Buru dan 6.000 Ha Taman Wisata Alam Laut. Pengelolaan Kawasan Konservasi ini dilakukan oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia c.q Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat (NTB).
Namun belakangan, luas hutan di wilayah itu mulai terindikasi berkurang akibat ulah peladang liar. Khabar ini diungkapkan oleh Koordinator Polhut BKSDA Kantor Sumbawa – Alimuddin yang mengatakan, pada tanggal 21 hingga 25 September 2016 pihaknya telah melakukan tinjauan lapangan untuk mengetahui kondisi terkini wilayah hutan konservasi di Pulau Moyo. Hasilnya, diduga telah terjadi kembali aksi peladangan liar di lokasi sekitar Desa Sebotok.
Menanggapi kondisi itu, Anggota DPRD Kabupaten Sumbawa – Junaidi mengatakan, kalaupun terjadi perambahan hutan oleh peladang liar, hal itu lebih disebabkan oleh tidak tegasnya Pemerintah Daerah terdahulu. Junaidi menegaskan, bahwa warga Pulau Moyo didominasi oleh para petani dan peladang. Kalaupun ada nelayan, itu hanya pekerjaan sampingan. Karena mata pencahariannya sebagai petani atau peladang, maka sudah wajar bila nalurinya melakukan perluasan areal perkebunannya. “Yang menjadi masalah di sana, Pemda terlalu mudah memberikan ijin warga untuk menjual tanahnya pada investor. Meskipun tanah itu tidak masuk dalam wilayah hutan lindung, namun semestinya Pemda mudah menerbitkan ijin bagi masyarakat untuk menerbitkan sertifikat. Bila sudah disertifikasi, selanjutnya tanah itu dijual pada investor. Akibatnya warga lainnya pun ingin melakukan hal yang sama,” tutur wakil rakyat asal Desa Sebotok Pulau Moyo ini.
Kesan yang muncul di lapangan, lanjut Junaidi, ada permainan dari oknum Pemda bekerjasama dengan investor yang berupaya membeli tanah dari warga Pulau Moyo. Caranya investor terlebih dahulu mendanai warga untuk mengurus sertifikat dengan tanggal mundur, seolah-olah tanah tersebut sudah digarap sejak puluhan tahun lalu. Padahal tanah hutan itu baru dibuka untuk selanjutnya dialihkan statusnya dari milik warga menjadi milik investor. “Inilah yang terjadi di sana (Pulau Moyo-red). Karena cara itu selalu berhasil, sehingga warga lain pun ikut-ikutan menggunakan cara yang sama. Jadi tidak aneh bila hutan konservasipun jadi korban perambahan. Sebab mereka tidak tahu mana batas hutan konservasi atau hutan biasa. Ini tidak lepas dari kelemahan pemerintah sendiri. Ada oknum yang bermain,” ungkap Junaidi yang ditemui di Sekretariat DPRD Sumbawa, Senin (3/10/2016).
Diperkirakan sudah ratusan hektar tanah di wilayah setempat yang sudah terjual pada investor. Dia menyarankan agar Pemda Sumbawa tidak mudah memberikan ijin pada warga untuk menjual tanahnya pada para investor. Bila tanah tersebut dijual pada investor, hal tersebut akan menimbulkan kesulitan bagi warga Pulau Moyo untuk tinggal dan mencari lahan garapannya. “Bila tanah-tanah itu dijual pada investor, lalu dimana anak cucu warga Pulau Moyo akan tinggal dan menggarap sawah dan kebunnya di kemudian hari?” tanya Junaidi.
Selaku wakil rakyat, dia berharap kepada Bupati Sumbawa agar berkesempatan terjun ke lokasi untuk mendengar langsung keluh kesah warga setempat. Pasalnya, mereka juga butuh pendekatan.
Demikian pula terhadap aparat KSDA agar menempatkan personil yang bisa bersosialisasi dengan masyarakat setempat. “Jangan sedikit-sedikit menyalahkan masyarakat. Mereka sebenarnya adalah korban kepentingan investor dan oknum Pemerintah yang bermain,” pungkas Junaidi. (PSa)