Sumbawa Barat, PSnews – Hak Pengelolaan (HPL) lahan di Talonang, Kabupaten Sumbawa Barat akan ditinjau ulang oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Republik Indonesia. Rencana peninjauan ulang tersebut setelah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menggelar audiensi dengan Direktur Perkara Pertanahan, Jum’at (08/01/16) lalu di Jakarta.
Koordinator Wilayah Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN Bali-Nusra), Febriyan Anindita,SH., menjelaskan bahwa permasalahan Talonang yang sudah lama dan mengakar kepada Direktur Perkara Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang R.I, Dedi Setiawan SH.,
“Kami datang ke sini dengan maksud menyampaikan permasalahan di Talonang tentang HPL yang sejak ditetapkan sudah bermasalah Pak,” ungkap Febriyan.
Ia berharap BPN pusat dapat bertindak dan meninjau secara langsung ke lapangan untuk melihat fakta bahwa di sana telah terjadi konflik antara masyarakat, pemerintah, transmigran dan perusahaan.
Dalam kesempatan itu, pihaknya menerangkan kronologis perjalanan kasus Talonang. Diketahui sejak ditetapkan secara sepihak sebagai wilayah Transmigrasi pada tahun 1992 oleh Gubernur NTB, Warsito dengan SK No: 404/1992 tentang Pencadangan Tanah Transmigrasi seluas 4050 Ha, masyarakat adat talonang telah melakukan perlawanan.
Beberapa tahun kemudian sebagai upaya pemerintah dalam perlindungan hak masyarakat adat pemerintah menerbitkan Peta wilayah adat talonang oleh Pemda Sumbawa pada tahun 2001 seluas 754 Ha yang ditandatangani oleh Kepala Desa Sekokang Bawa, Kepala Dinas kehutanan Kabupaten Sumbawa, KSPH Jereweh dan camat Sekongkang.
Kemudian diterbitkannya SPPT dan SKPT pada tahun 2000 -2001 setelah diterbitkannya surat izin bupati dengan Nomor : 557/2014 tentang Izin Lokasi Perkebunan Tanaman Sisal (HEAW-SP) kepada PT Pulau Sumbawa Agra (PSA) di Desa Talonang Kabupaten Sumbawa Barat. Kemudian masyarakat talonang mulai kebingungan dengan dimana dan kemana. Bahkan kenapa yang menjadi hak mereka dirampas oleh pemerintah daerah dalam hal ini pemda KSB dengan memberikan izin kepada perusahaan untuk dijadikan wilayah masyarakat Talonang sebagai wilayah perkebunan yang dikerjakan oleh pihak ketiga tanpa melibatkan masyarakat setempat.
“Namun saat ini upaya pemerintah justru kontradiksi dengan upaya pemerintah sebelumnya dalam upaya perlindungan hak-hak masyarakat adat yang mana saat ini pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah Sumbawa barat melakukan Penertiban Tanah Negara Blok Batu Nampar (TNBBN) Desa Talonang Baru, yang dilakukan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Sosnakertrans), telah mengalami proses panjang,” paparnya.
Pemaparan tersebut kemudian mendapat respon dari Direktur Perkara Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang R.I, Dedi Setiawan SH.,
“Kami berterimakasih pada adik-adik ini karena sudah menginformasikan bahwa disana (Sumbawa) telah terjadi konflik, kami memang akan meninjau HPL yang ada di NTB tetapi kasus ini tidak masuk dalam target sebelumnya,”ujarnya.
Menurutnya, dalam waktu dekat akan turun ke NTB untuk memantau HPL yang ada disana apakah bermasalah atau tidak. Jika sudah ada informasi seperti ini kemungkinan akhir Januari atau selambat-lambatnya awal Februari dia akan ke Sumbawa dan Talonang bersama Kanwil dan Pemda.
Kasus masyarakat adat Talonang sudah melalui proses Nasional Inkuiri oleh Komnas HAM dan menghasilkan rekomendasi bahwa. Pemerintah pusat dan daerah wajib melakukan konsultasi terbuka dengan Masyarakat Adat sebelum melakukan penerbitan, perpanjangan atau evaluasi atas izin-izin usaha perusahaan di wilayah Masyarakat Adat.
“Diharapkan BPN melalui kunjungan lapangan yang akan datang dapat memecahkan permasalah ini dengan baik dan adil,” pungkas Febrian Anandita SH. (PSb)