OPINI : Pentingnya Pendidikan Kesehatan Pasca Bencana Banjir pada Masyarakat di Desa Sie, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima

Oleh : Dewa Gede Sanjaya Putra, S.Kep.,Ns.,M.Kep (STIKES GRIYA HUSADA, SUMBAWA)

Keadaan darurat dan bencana adalah fenomena yang tidak akan berhenti dan semakin meningkat di wilayah Asia-Pasifik. Kejadian-kejadian ini mengakibatkan tingginya tingkat kematian dan cedera, menyebabkan kerusakan infrastruktur dalam jumlah besar dan menyebabkan kerugian ekonomi dan pribadi yang sangat besar bagi masyarakat.(UN-ISDR, 2009). Bencana alam yang dihasilkan dari peristiwa cuaca buruk, oleh alam, kejadian mendadak yang mempengaruhi sejumlah besar orang dan meninggalkan kehancuran dengan konsekuensi jangka panjang. Bencana besar yang terjadi di negara maju dan berkembang sering membutuhkan intervensi multinasional berskala besar untuk menyediakan bantuan kemanusiaan yang mendesak.(Usher et al., 2015).

Berdasarkan letak geografisnya, Nusa Tenggara Barat memiliki iklim yang kering dengan periode hujan yang singkat. Namun, seiring dengan perubahan iklim dunia, mengakibatkan NTB juga terkena dampaknya. Pada tahun 2010, sebenarnya NTB telah menjadi perhatian dari Kementrian Lingkungan akibat seringnya terjadi anomali cuaca. Pulau Lombok dan Sumbawa, yang dikelilingi lautan, sangat mudah terpengaruh oleh kenaikan tinggi air laut. terutama terhadap bahaya banjir atau rob, sedimentasi, dan erosi. Kondisi seperti ini semakin rentan akibat meningkatkan frekuensi iklim ekstrem, seperti El Nino dan La Nina (wwf, 2010). Anomali iklim di NTB hingga sekarang ini masih terjadi mengakibatkan curah hujan yang tidak menentu. Kondisi ini membawa dampak bagi lingkungan dan masyarakat. Salah satu dampak yang sangat terasa bagi masyarakat adalah terjadinya banjir bandang yang berulang pada ahir tahun 2016 dan awal tahun 2017 di Kabupaten Bima. Banjir merendam 33 desa di 5 kecamatan di Kota Bima dan Kabupaten Bima yang meliputi Kecamatan Rasanae Timur, Mpunda, Raba, Rasanae Barat, Woha, Wawo, dan Asakota. Diperkirakan, penyebab dari terjadinya banjir di Bima adalah Siklon Tropis Yvette yang menimbulkan curah hujan ekstrem pada kawasan Nusa Tenggara dan sekitarnya. Faktor lain yang ditengarai sebagai penyebab banjir bandang adalah kerusakan lingkungan karena alih fungsi lahan yang terkonversi menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Selain itu, sedimentasi sungai juga turut andil dalam memperparah banjir bandang. Pemerintah Kota Bima memperkirakan kerugian dari harta penduduk mencapai Rp 607,93 miliar, total

kerugian ditaksir mencapai 1 triliun (diolah dari koran Tempo, 2016). Intensitas bencana yang semakin meningkat karena ketidakpedulian pada fenomena alam dan kerusakan lingkungan baik dari kebijakan pemerintahnya dan apatisme masyarakat, memaksa masyarakat harus merekonstruksi kehidupan hidupnya kembali. Hal ini tentu saja membutuhkan strategi adaptif pasca bencana banjir. Apalagi bencana banjir ini berulang dan anomali cuaca masih berlangsung. Strategi adaptif masyarakat pasca bencana merupakan strategi yang krusial di tengah keterbatasan sumber daya yang ikut porak poranda. Kualitas kehidupan sosial ekonomi yang mengalamani penurunan akan membuat masyarakat mencari strategi terbaik demi menjaga kelangsungan hidupnya. Respon strategi adaptif masing-masing individu tidak dapat dipersepsikan sama, banyak faktor yang melingkupi bagaimana individu atau kelompok menggunakan beradaptasi dengan kondisi pasca bencana. Sebagai bagian dari masyarakat, individu tidak bisa terlepas bagaimana kelompok atau komunitas digunakan sebagai bagian dari strategi adaptif.

Banjir adalah suatu aliran berlebih atau penggenangan dari sungai atau  badan air  lainnya dan menyebabkan atau mengancam kerusakan. Pembeda antara debit normal dan aliran banjir ditentukan oleh tinggi aliran air dimana banjir ditunjukkan aliran air yang  melampaui kapasitas tampung tebing atau tanggul sungai sehingga menggenangi daerah sekitar (Azmeri et al, 2017). Banjir merupakan suatu keadaan  yang  terjadi  pada  saat  aliran air melebihi volume air (Direktorat Sungai, 2014). Banjir membawa dampak bagi masyarakat antara lain korban jiwa, hilangnya mata pencaharian, hilangnya harta benda, kerusakan rumah, dan kerusakan fasilitas umum (Mistra, 2015).

Salah satu upaya dalam meningkatkan kesiapsiagaan dalam mengatasi penyakit pasca bencana banjir ialah dengan memberikan pendidikan kesehatan pada  masyarakat.  Masyarakat dapat memberdayakan dirinya melalui peran aktif kader, kader bisa berperan sebagai penggerak alam menigkatkan kesiapsiagaan masyarakat memberikan respon secara cepat pada saat bencana dan berkoordinasi dalam upaya pemulihan pada pasca bencana (Kemenkes,2013). Pengetahuan merupakan upaya untuk mengurangi resiko dan dampak kerugian dari bencana(Pribadi,2014). Pengetahuan merupakan faktor utama  dan  menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian untuk siap siaga dalam mengantisipasi bencana (UU No. 24, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan taraf kesehatannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan dengan menyampaikan materi tentang kesehatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku sasaran. Untuk itu penulis melakukan pengabdian masyarakat penyuluhan kesehatan bahaya penyakit menular pada kondisi pasca bencana banjir di Desa Sie, Kecamatan Monta Kabupaten Bima pada tanggal 10-12 April 2021. Adapun tujuan dari pengabdian ini adalah memberikan pengetahuan kepada masyarakat dan kader bahwa pentingnya menjaga kebersihan lingkungan pasca bencana banjir. ***

Komentar

comments

Shares

Related posts

Leave a Comment