Sumbawa, PSnews – Memperingati Hari Tani Nasional (HTN) yang jatuh pada 24 September 2016, sejumlah wanita yang tergabung dalam Solidaritas Perempuan Sumbawa menggelar aksi pembagian selebaran ke pengguna jalan yang melintas di sekitar tugu adipura. Dalam selebaran itu, mereka mendorong Pemerintah Daerah untuk melahirkan Peraturan Daerah tentang Pengalihfungsian dan Kepemilikan Lahan di Kabupaten Sumbawa.
Kepada Pulau Sumbawa News, Koordinator aksi – Kardiana menyinggung soal pembangunan jalan lingkar utara Sumbawa atau yang dikenal sebagai jalan SAMOTA (Teluk Saleh, Pulau Moyo, Gunung Tambora). Sumbawa sebagai Kabupaten yang memiliki kekayaan alam cukup fantastis baik panorama alamnya maupun kandungan mineralnya, berdampak pada tingginya alih fungsi lahan produksi masyarakat untuk investasi pertambangan maupun pariwisata. Saat ini, muncul persoalan di kawasan pesisir Sumbawa terkait rencana proyek pembangunan jalan Samota yang ditujukan untuk mendukung investasi pariwisata di kawasan sekitar.
Dilanjutkan, penetapan kawasan Samota sebagai sentra ekonomi maritim dan pariwisata berpotensi menimbulkan berbagai persoalan. Pembangunan jalan Samota telah menuai penolakan dari warga terdampak di kawasan pesisir Sumbawa, selain dikarenakan informasi yang sangat minim disampaikan kepada warga, penetapan nilai ganti rugi lahan dianggap tidak sesuai dengan nilai jual tanah. Walaupun menuai penolakan, namun pengambilalihan lahan warga untuk pembangunan jalan tersebut tetap dilakukan. Proses pembebasan lahan pun dinilai dilakukan tanpa informasi yang jelas dan tidak melibatkan perempuan. “Potensi ancaman lainnya adalah pengembangan hutan bakau di kawasan pesisir untuk wisata hutan lindung, yang berdampak pada pembatasan wilayah kelola nelayan untuk penangkapan ikan. Seperti yang terjadi di Dusun Labuh Sawo Desa Penyaring Kecamatan Moyo Utara, nelayan harus melaut lebih jauh dan mengeluarkan lebih banyak bahan bakar untuk menangkap ikan dan memenuhi kebutuhan hidupnya,’’ tukasnya.
Situasi ini dianggap semakin mengancam kedaulatan perempuan atas tanah dan sumber-sumber penghidupannya. Perempuan akan kehilangan tanah sebagai sumber penghidupannya maupun kehilangan sumber mata pencahariannya. Hal ini juga berdampak pada meningkatnya beban perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Semakin masifnya alih fungsi lahan pertanian juga berdampak pada hilangnya kedaulatan perempuan atas pangannya.
Untuk itu, dalam pernyataan sikapnya, SP Sumbawa menyatakan mendorong prinsip kesetaraan dan keadilan gender dalam pelaksanaan reforma agrarian dan penyelesaian konflik agraria. Menolak segala bentuk pengalihfungsian lahan yang tidak melibatkan masyarakat khususnya perempuan dalam proses pembebasan lahannya. Serta mendorong adanya peraturan daerah tentang pengalifungsian dan kepemilikan lahan di Sumbawa. (PSg)