Sumbawa, pulausumbawanews.net – Sidang lanjutan dengan agenda eksepsi terhadap dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menyeret mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa dr. Dede Hasan Basri telah dibacakan oleh pengacaranya di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Sumbawa Besar, Selasa (12/9/2023). Tim kuasa hukum terdakwa yang terdiri dari Surahman. MD, SH, MH didampingi Hasanuddin Nasution, SH, MH, Muhammad Yusuf, SH dan Elvira Riska Aulia, SH dkk menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kabur dan bertentangan dengan koridor hukum yang sebenarnya.
Usai persidangan Surahman MD, SH, MH menyampaikan kepada media ini, bahwa eksepsi yang mereka ajukan murni merupakan bantahan atas Surat Dakwaan JPU sebagaimana NO. REG PERK. : PDS-01/SBSAR/08/2023, tertanggal 25 Agustus 2023.
Menurut Surahman, dalam Dakwaan tersebut sangat jelas terlihat Jaksa Penuntut Umum tergesa-gesa dan amburadul dalam menyusun dakwaan. Dikatakan bahwa dakwaan tersebut nyata-nyata tanpa dasar hukum sehingga bertentangan dengan aturan dan peraturan yang ada. “Dalam dakwaan JPU itu tidak memenuhi unsur Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dianggap Obscuur Libel (kabur) atau Confuse (membingungkan) atau misleading (menyesatkan) karena bertentangan dengan Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia tentang pembuatan Surat Dakwaan yang mengharuskan uraian secara cermat, jelas dan lengkap sehingga dakwaan kabur/samar-samar (Obscuur Libel) dengan demikian dakwaan dinyatakan Batal Demi Hukum,” bebernya.
Surahman menjelaskan, bahwa dakwaan JPU batal demi hukum karena pertama, tidak ada aturan dan peraturan yang dilanggar oleh kliennya. Kedua, hitungan jumlah kerugian yang ditimbulkan dalam dakwaan tidak sesuai dengan nilai penjumlahannya. Ketiga, tidak ada korelasi defisit anggaran daerah terhadap perkara yang ada dalam dakwaan. Keempat, subyek hukumnya salah dan keliru karena dalam dakwaan secara terang benderang yang meminta dan menerima sejumlah uang kepada para Rekanan/Penyedia sebanyak 150 transaksi dengan total jumlah Rp 1,4 milyar lebih, masuk ke rekening atas nama MZ. Sehingga MZ melakukan transaksi kepada beberapa orang termasuk pelaku atau pemeran utama dalam kasus ini adalah AD dan DN dan kawan-kawan. Karenanya, JPU dalam menentukan Subyek hukum adalah salah. Kelima, Tempus Delicti karena JPU tidak menguraikan peristiwa hukum yang dilakukan oleh Terdakwa kapan terjadi, dimana kejadiannya serta bagaimana cara melakukan. “Sehingga dari unsur pidana yang didakwakan oleh JPU terhadap klien kami adalah keliru, kabur dan cacat hukum, sehingga wajar dakwaan tersebut batal demi hukum,” papar Surahman. (PSa)