Sumbawa, PSnews – Sebanyak empat Fraksi di DPRD Kabupaten Sumbawa menyatakan diri walk out dari sidang paripurna agenda Penyampaian Laporan Komisi-komisi dan persetujuan atas Ranperda APBD Perubahan 2018, pada Kamis (11/10/2018). Keempat fraksi tersebut menunjukkan konsistensinya untuk menolak rencana relokasi RSUD Sumbawa ke BBU Sering.
Yang terlebih dulu walk out dari paripurna yakni anggota Fraksi Nasdem, diikuti Fraksi Gerindra, kemudian Fraksi Bintang Keadilan, serta Fraksi Hanura. Sementara lima anggota Fraksi lainnya seperti PDIP, Demokrat, PPP, PAN dan Golkar tetap di ruang sidang untuk mengikuti paripurna, yang dihadiri langsung Bupati Sumbawa HM Husni Djibril, serta para pejabat daerah lainnya.
Ditemui media ini, Sekretaris Fraksi Nasdem – Bunardi mengaku, pihaknya tidak ada niat untuk menghambat atau menghalangi pembangunan. Sebab pihaknya setuju terhadap pembahasan APBD Perubahan 2018, namun untuk penganggaran dana relokasi RSUD, pihaknya dengan tegas tidak setuju. Sehingga itu menjadi alasan pihaknya walk out dari sidang paripurna. ‘’Salah satu yang menolak adalah Fraksi Nasdem tentang anggaran itu. Kalau pembahasan APBDP kami setuju, tetapi penganggaran dana relokasi rumah sakit umum tentang penimbunan itu kami tidak setuju, karena melihat kondisi daerah kita saat ini. Jadi pada intinya kami tidak menolak, menghalangi pembangunan Pemerintah. Silahkan kalau Pemerintah mau melaksanakan itu, karena itu memang ranahnya di Pemerintah. Tapi sebagai ranahnya kami di pembahasan anggaran kami atas nama Fraksi Nasdem menolak anggaran itu,’’ tegasnya.
Begitu pula dengan Ketua Fraksi Gerindra – Muhammad Faesal, yang mengaku memilih walk out karena tidak setuju dengan rencana relokasi RSUD di BBU Sering. ‘’Alasannya itu (BBU) lahan produktif, menurut hemat kami masih ada tempat lain yang sekiranya representatif untuk pembangunan rumah sakit baru, seperti di lahan rencana STIP di Labuhan Badas. Karena pengalihfungsian lahan tentu ada mekanisme. Dari posisi anggaran, karena menurut Pemerintah rencana pembangunan RSUD baru itu sekitar Rp 500 miliar. Ini belum ada gambaran jelas. Artinya dengan kondisi keuangan daerah, kalau memang sekiranya rumah sakit itu belum terlalu mendesak yang ada, fungsikan dan maksimalkan semua puskesmas yang ada, manakala ini bisa difungsikan secara optimal, maka pasien-pasien rujukan dari desa atau kecamatan tidak menumpuk di rumah sakit Kabupaten. Cara mengoptimalkan ini tentu semua fasilitas termasuk sarana dan prasarana dilengkapi,’’ ujarnya.
Anggota Fraksi Bintang Keadilan dari PKS – Salamuddin Maula menyatakan, kalau Ia tidak ingin menjadi bagian dari kesalahan pengambilan keputusan. Ia juga menilai ada yang tidak transparan dalam proses tender Amdal yang sudah berjalan, namun anggarannya baru ditetapkan saat ini. ‘’Ini kesalahan bagi saya. Misalnya waktu mau ditender, itu ada beberapa waktu lama, inikan bisa di tolak oleh masyarakat disekitar situ Amdalnya. Kemudian waktu ngurugnya kapan, tentu bulan 11, mau gak mereka itu menyelesaikan permasalahan ini. Padahal kalau kita pikir itu ada 2 meteran yang harus diurug. Ini masalahnya. Kemudian kualitas ini harus dipertanggungjawabkan setelah diurug, ada hujan disitu nanti, ini akan menjadi sia-sia, barang yang mangkrak. Mereka tidak boleh bermain disini. Kenapa kami menolak, karena itu biaya mahal. Kemudian dampak lingkungan kami takutkan. Masyarakat sekitar akan terkena dampaknya. Mau kemana dialihkan banjir yang 70 cm itu. Kalau banjir setiap minggunya itu mau kemana dialihkan. Kalau misalnya ini di lempar ke sungai Brang Bara, tentu akan dibangun saluran itu. Akan terkena lagi penduduk disitu, ini berbiaya mahal lagi. Kalau kita pikir ada lahan lebih bagus misalnya STIP itu kan bagus sekali, itu lahan Pemerintah, tidak ada biaya urugan. Kalau ini (BBU) negara punya, karena balai benih itu ada undang-undangnya, belum ada lahan pengganti juga. Ini kan pelanggaran,’’ tandas Jalo – sapaan akrabnya.
Hal senada disampaikan Ketua Fraksi Hanura – Cecep Lisbano, sikap yang diambil ini merupakan bentuk refrensi dari Pandangan umum Fraksi yang disuarakan para paripurna sebelumnya. Yakni menolak rencana relokasi rumah sakit. ‘’Pada dasarnya kami tidak menolak pembangunan rumah sakit, tapi yang menjadi pertanyaan besar, ada apa kok ini seolah-olah digiring ke arah situ (BBU). Sementara lokasi alternatif masih banyak, ada di depan Pertamina yang mau dijadikan STIP, atau di jalan Samota. Saya rasa semua tempat itu layak dipertimbangkan,’’ pungkasnya. (PSg)