Alasan Kepala SMAN 1 Sumbawa Dianggap ‘Klise’

Mataram, PSnews – Kordinator Divisi Hukum dan Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Joko Jumadi menilai alasan yang diucapkan oleh Kepala SMA Negeri 1 Sumbawa Besar adalah alasan klise. Ada beberapa point yang ditangkap oleh pihak LPA NTB dalam pernyataan Kepala SMA 1 Sumbawa, yakni antara lainnya persoalan pembinaan, upaya dan kejelasan akan siswa yang dimutasikan itu dalam mengenyam pendidikan.
Menurutnya, bahwa siswa yang akan dimutasi yakni siswa sekolah setempat berinisial (GHR), seharusnya tidak serta merta langsung tak diperbolehkan masuk untuk tidak bersekolah. “Pastikan lebih dulu anak itu mendapatkan sekolah, baru dilakukan mutasi,” tandas Joko saat dikonfirmasi terkait klarifikasi Kepala SMAN 1 Sumbawa.
Selain itu, bila pihak sekolah tetap saja mengharuskan melakukan mutasi atau memindahkan siswa bersangkutan, maka yang harus mencarikan sekolah baru untuk anak tersebut adalah pihak sekolah. “Kalaupun memindahkan, maka seharusnya anak masih tetap bisa sekolah, sampai anak tersebut dapat sekolah yang baru,” cetusnya.
Joko menganggap pernyataan Kepala Sekolah bahwa mutasi itu untuk melindungi anak-anak yang lain adalah alasan ‘klise’. Seharusnya, kata Dia, pihak sekolah menunjukkan terlebih dulu bahwa sekolah sudah pernah melakukan pembinaan dan berbagai upaya namun sudah tidak berhasil lagi.

“Nah, kalau sudah diupayakan seperti itu masih tidak berhasil, maka dapat dimaklumi bila mutasi menjadi pilihan terakhir,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala SMA Negeri 1 Sumbawa Besar, Fahrizal S.Pd., M.Pd memberikan klarifikasi terkait dengan keputusan sekolah terhadap salah seorang siswanya berinisial GHR. Menurut Fahrizal, bahwa hingga kini sekolah belum pernah menerbitkan surat mengeluarkan siswa tersebut. Siswa itu bukan dikeluarkan tapi atas keputusan rapat dewan guru, dimutasikan. Kebijakan yang diberikan sekolah memberi kesempatan ulangan semester dan pemberian nilai sesuai aturan tanpa mengaitkan dengan masalahnya. “Itu kurang lebih satu setengah bulan sambil orang tua mencari rekomendasi sekolah tujuan,” katanya Ahad (15/01).
Jalan tengah itu diambil lanjutnya, untuk menyelamatkan siswa bersangkutan maupun 924 siswa lainnya. Karena semua guru setempat juga pasti banyak mendapat laporan. Pihaknya mengakui pernah didatangi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) terkait persoalan siswa itu dan sudfah diberikan penjelasan. Selanjutnya Jum,at, 13 Januari kemarin, pihaknya juga didatangi orang tua siswa meminta surat pemberhentian. “Kami tidak berikan dan menyarankan kepada orang tuanya agar anaknya jangan berhenti sekolah. Dan banyak lagi cerita kami untuk memotivasi orang tuanya saat itu,” ujar Fahrizal.

Mengenai ancaman LPA NTB yang akan membawa persoalan ini ke ranah pidana, Fahrizal menghimbau agar LPA juga melihat sisi siswa lainnya maupun kebaikan siswa bersangkutan. Ada kode etik guru BK yang terkadang tidak boleh muncul. Namun niat baik sekolah justru berbuah ancaman dari LPA. Jika demikian, pihaknya akan bersikap. “Kami juga sayang sama siswa tersebut. Kalau LPA juga sayang, mari kita bantu orang tua untuk mencari rekomendasi sekolah tujuan. Terkadang jelek menurut kita hari ini mungkin akan lebih baik di masa yang akan datang,” pungkasnya. (PSbo)

Komentar

comments

Shares

Related posts

Leave a Comment