Mataram, PSnews – Tim Pengawas Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) DPR RI mendorong Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk meningkatkan pengiriman tenaga kerja professional (sektor formal) ke luar negeri. Langkah ini dianggap penting mengingat NTB merupakan salah satu provinsi pengirim TKI terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi IX DPR RI – Dede Yusuf sekaligus sebagai Ketua Timwas DPR RI dalam kunjungan kerjanya di Kantor Gubernur NTB, Jumat (09/12/2016).
“Kami ingin mendorong Pemda NTB dalam hal mengirimkan tenaga kerja sektor formal, bukan lagi informal. Bedanya formal dan informal adalah mereka berpendidikan, bersertifikasi dan punya kontrak yang jelas,” jelas mantan artis sinetron yang berallih profesi sebagai politisi Partai Demokrat itu.
Pasalnya, lanjut Dede, sebagian besar TKI yang bekerja di luar negeri bergerak di sektor informal, sehingga TKI tidak memiliki posisi bargaining (tawar-menawar) dalam menentukan kontrak kerja. Hal ini tidak terlepas dari rendahnya keterampilan yang dimiliki para TKI.
Menurutnya, masalah utama TKI bukan di luar negeri, tetapi dari dalam negeri pada saat pra keberangkatan. Terlihat dari banyaknya TKI non prosedural, tidak diberikan skill (ketrampilan) pengetahuan dan pemahaman, sehingga kekurangan tersebut dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu di negara tempat mereka bekerja.
Untuk itu, melalui revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) yang saat ini sedang dibahas di Komisi IX DPR, Dede mendorong peran pemerintah daerah untuk ditingkatkan, terutama dalam memberikan pembekalan bahasa dan keterampilan atau sertifikasi bagi calon TKI sebelum keberangkatan.
“Revisi PPTKILN akan menitikberatkan 50 persen tugas dan tanggung jawab itu di Pemda. Informasi mengenai pekerja diluar negeri akan tersalurkan langsung sampai ditingkat kecamatan bahkan tingkat desa. Dimana dinas tenaga kerja akan berfungsi sebagai penyaring siapa penduduk warga yang boleh berangkat ke luar, termasuk pelayanan terpadu satu pintu. Jadi tidak ada lagi tekong atau calo-calo TKI,” tandasnya.
Nantinya, ia berharap Indonesia dapat mencontoh negara serumpun, Philipina yang berhasil meningkatkan tenaga kerjanya dari informal menjadi formal dan skill. “Bekerja di luar negeri bukan sebuah aib. Itu adalah hak dan pilihan tapi yang harus dikejar adalah bagaimana mengejar keterampilan, bahasa dan sertifikat,” tegas Dede Yusuf.
Kepada Timwas, kata Dede, Gubernur NTB M. Zainul Majdi meminta Pemerintah Pusat melalui Kementerian Hukum dan Ham untuk memperketat protap (prosedur tetap) dalam memberikan dokumen perjalanan bagi WNI yang hendak ke luar negeri.
“Kalau kita komitmen saja di pengurusan imigrasi, bisa disortir banyak sekali warga-warga kita yang belum pantas ke luar negeri. Bukan hanya menjadi TKI non-prosedural, tapi yang paling bahaya bisa menjadi potensi korban perdagangan manusia. Nah, itu yang sulit kami tangani. Yang paling penting, kantor imigrasi dokumen perjalanan harus betul-betul dicermati,” tandasnya. (PSbo)