OPINI : Revitalisasi Peran Organisasi Mahasiswa Kedaerahan Kabupaten Sumbawa

Oleh : Muhammad Ridwan (22 tahun)
Mahasiswa pascasarjana di MIT Natural Recources Management menamatkan S-1 Budidaya Perikanan di Universitas Mataram dalam waktu 3 ½ tahun dengan predikat lulusan terbaik)

“Hanya satu tanah yang dapat disebut tanah airku. Ia berkembang dengan usaha dan usaha itu ialah usahaku” (Bung Hatta)

Mahasiswa sebagai salah satu simbol golongan insan cerdik cendekia menjadi komponen penting dalam struktur sosial di masyarakat. Keberadaannya diharapkan menjadi gerbong pendobrak menuju kesejahteraan masyarakat. Selain itu, peran yang tidak kalah penting dari mahasiswa adalah gelar agent of change yang disematkan kepadanya. Hal ini menemukan momentumnya ketika suksesnya gerakan mahasiswa Indonesia 1998 yang mampu menumbangkan rezim otoritarian yang memegang status quo saat itu. Inilah peran mahasiswa yang oleh Antonio Gramsci disebut sebagai “inteleqtual organic”, yaitu seseorang yang dapat memberikan kesadaran homogenitas bagi kelompoknya dan kelompok lain. Seorang intelektual organik harus merupakan seorang pioner, organisator, dan pejuang militan. Dimana semua diorientasikan lebih mementingkan kepentingan sosial di atas kepentingan pribadi. Posisi ini menempatkan mahasiswa menjadi komponen masyarakat yang memiliki tanggung jawab besar dalam melakukan pembacaaan terhadap realitas sosial dan melakukan perbaikan-perbaikan menuju perubahan tatanan sosial yang lebih baik. Sebagai bagian civil society itu, tentu mahasiswa memiliki daya peran strategis dalam hal pemerataan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat lokal, terutama untuk daerah. Namun hari ini, kesadaran akan tanggungjawab yang demikian, semisal transformasi pola pikir, belum tersentuh secara maksimal, terkhusus organisasi mahasiswa kedaerahan.

Organisasi mahasiswa kedaerahan hadir didasari atas kesamaan identitas kebudayaan atau primodialisme. Mereka yang berada di luar kota Sumbawa untuk menimba ilmu di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS) mengikat diri dengan latar belakang persamaan daerah kelahiran atau persamaan letak geografis dalam sebuah ikatan organisasi. Melalui Ormada ini para generasi muda Sumbawa mengikatkan diri dalam persaudaraaan yang erat sebagai sesama perantau di luar kota. Dengan latar belakang persamaan itu, mereka melakukan komunikasi intensif dengan mencari informasi tentang mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari Sumbawa, sampai pada akhirnya membentuk perkumpulan dan diresmikan dalam wadah organisasi.

Apa yang tengah kita rasakan akhir-akhir ini bahwa Ormada Kabupaten Sumbawa di beberapa daerah menunjukkan kegairahan yang “ejakulasi dini”, kurangnya keaktifan, lemahnya syahwat produktivitas, diserang penyakit mentalitas menerabas, terjadinya program-program yang cacat dan sesegera mungkin perlu diamputasi. Masalah bertambah besar, karena memiliki arahan kerja yang kurang jelas (job disc), fungsi yang kurang optimal, anggota kurang terikat, minim dukungan, berbeda pendapat kawan bisa jadi lawan, hingga rawan di-politisa-si untuk pemilihan daerah. Padahal, organisasi mahasiswa daerah sangat dibutuhkan mengingat fungsinya sebagai wadah pemersatu sesama mahasiswa perantau, yang membutuhkan keluarga yang mampu menjaga dan membantunya selama di perantauan. Memang beberapa tahun yang lalu Ormada Sumbawa benderang.    Namun kalau saya meminjam ungkapan Badrul Munir memang ada keberhasilan tetapi juga ada kegagalan. Ada yang positif tetapi kita juga tidak boleh menutup mata terhadap fakta-fakta yang negatif. Itulah objektivitas.

Menyikapi kondisi yang tidak progresif itu. Maka diperlukan peran organisasi mahasiswa daerah untuk memberi manfaat bagi daerah yang ditempati, juga daerah darimana mereka berasal, karena sebenarnya mereka adalah duta dari daerahnya masing-masing yang harus menjaga nama baik daerah yang diharapkan akan kembali membangun Sumbawa selepas menuntut ilmu di tanah rantau. Di harapkan bahwa organisasi mahasiswa daerah dapat menjadi promotor  pariwisata, potensi daerah,  hingga budaya agar nilai-nilai budaya daerah tidak luntur di tengah arus modernisasi dan heterogenitas budaya yang ada di kampus. Bahkan pagelaran seni daerah yang tidak hanya dilakukan dalam ruangan tertutup dan mampu menghadirkan khalayak dari daerah tersebut. Selama ini yang terjadi yaitu menyelenggarakan hanya didatangi oleh mahasiswa-mahasiswa Sumbawa (acara sendiri dan asyik sendiri). Alhasil, kita tidak membangun impress kepada orang lain untuk menjadikan keberadaan organisasi kedaerahan sebagai pusat kesenian-budaya daerah yang perlu dikenal oleh banyak pasang mata.

Lebih jauh, organisasi mahasiswa daerah sudah saatnya menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah sehingga saling memberi manfaat di antara kedua belah pihak, mulai dari penyediaan beasiswa hingga pembiayaan kegiatan. Kedudukan putra-putri Sumbawa yang menimba ilmu di luar daerah adalah sebagai duta pendidikan yang merupakan ujung tombak pengembangan ilmu pengetahuan di Kabupaten Sumbawa. Melalui kemampuan metodologi penelitian, mahasiswa asal Sumbawa dapat melalukan aksi-aksi sosialnya berlandaskan ilmu pengetahuan. Aksi sosial yang dibentuk dengan berbasis pada intelektualitas akan dapat tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat.

Saya mengingat apa yang pernah dilakukan oleh bapak Teknologi Prof. Dr. (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie. Saat mengetuai Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Jerman. Presiden ketiga RI itu bersikeras untuk menyelenggarakan seminar pembangunan Indonesia melalui industri kedirgantaraan yang telah di-konsepnya. Idenya itu sudah terpikirkan sejak menjadi mahasiswa agar berguna bagi Indonesia. Kenyataannya sejak kembali ke tanah air sang teknokrat handal itu mewujudkan impiannya tersebut. Berdasarkan kisah di atas saya selalu membayangkan organisasi mahasiswa kedaerahan Sumbawa mampu melampaui hal semacam di atas. Tidak hanya itu, peran organisasi ini juga memberikan bimbingan kepada adik-adiknya bagaimana strategi untuk melejitkan prestasi, go to shcool scholarship information dan promosi Perguruan Tinggi, rood show mengajar ke sekolah-sekolah di Sumbawa. Ya, semoga sampai.

Akhir kata, sepanjang hidup saya, hanya mengenal dan mengingat satu daerah Sumbawa. Saya lahir di sini, makan di sini, dan kelak akan mati di sini. Saya berdarah ketika Sumbawa disakiti. Jiwa saya ada di sini sebagaimana raga saya. Bagaimana mungkin saya tidak memikirkan daerah ini, sementara semua yang saya cintai dan perjuangkan ada di daerah ini. (***)

Komentar

comments

Shares

Related posts

Leave a Comment