Ratapan Guru Honorer di Gili Tapan

Sungguh ironis nasib guru honorer. Tenaganya dibutuhkan oleh pemerintah untuk mendidik anak-anak bangsa supaya bisa menjadi orang yang sejahtera, justru kesejahteraannya sendiri luput dari perhatian para penguasa di negeri ini.
Inilah secuil potret salah seorang guru honorer Marniati (29) yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gili Tapan Kecamatan Maronge Kabupaten Sumbawa. Potret guru honorer ini saya dapatkan saat berkunjung ke pulau tersebut pada Sabtu 20 Februari 2016.

Gili Tapan di Teluk SalehGili Tapan merupakan salah satu pulau kecil yang berada di Teluk Saleh wilayah Kecamatan Maronge Kabupaten Sumbawa.
Pulau yang cukup menawan ini dihuni oleh sekitar 70 kepala keluarga ini, terdiri dari para nelayan. Mereka datang dari berbagai daerah kemudian menetap menjadi penduduk setempat.
Dari 70 kepala keluarga di pulau kecil yang tidak memiliki sumber air bersih ini didominasi oleh warga asal Pulau Saelus Sulawesi Selatan. Air bersih untuk kebutuhan sehari-hari mereka ambil dari pulau kecil yang bersebelahan, yakni Gili Dempo yang jaraknya sekitar satu kilometer. 

Gili Tapan dapat ditempuh dengan menggunakan perahu motor sekitar 60 menit dari Pelabuhan Sangur Kecamatan Maronge. Dari kejauhan pulau yang pantainya terdiri dari pasir putih ini tampak indah di antara gugusan pulau kecil lainnya di perairan Teluk Saleh.

SDN Gili Tapan Kec MarongeDi pulau ini terdapat sebuah SDN yang terdiri dari 3 ruang kelas. Dari hasil pengamatan, tampak sebagian sudut bangunannya sudah rusak, seperti platpon bocor, kursi dan meja di dalam ruang kelas juga dalam kondisi tidak layak pakai. Konon kalau hujan datang, ruang kelas SDN ini sering dihuni oleh ternak kambing milik warga setempat.

Saat saya mendatangi SDN tersebut, tampak sejumlah murid sedang bermain di halaman sekolah diawasi oleh seorang guru bernama Marniati. Hanya satu orang guru, tidak ada guru lain selain Marniati. Sambil menggendong bayinya, Marniati menyambut kedatangan saya dengan senyum ramah.
Ketika mengetahui saja wartawan, wanita beranak dua itu mengungkapkan beberapa unek-uneknya selama menjadi guru honor di SDN setempat, mulai dari keterbatasan fasilitas sekolah hingga minimnya upah yang diterima sebagai guru honor.
SDN Gili Tapan“Kalau dulu saya menerima honor sebesar Rp 700 ribu selama tiga bulan mengajar. Tapi sekarang bukannya tambah meningkat, justru semakin berkurang menjadi Rp 350 setiap tiga bulan. Dulu saya dikasih Rp 700 ribu karena masih sendiri menjadi guru honor. Sekarang sudah ada tambahan guru honor lagi yang berasal dari Gili Tapan juga,” ungkapnya dengan lirih.

Adapun jumlah murid di SDN Gili Tapan ini yakni 29 orang, terdiri dari kelas 1 sebanyak 7 orang, kelas 2 sebanyak 7 orangh, kelas 4 sebanyak 8 orang dan kelas 6 sebanyak 5 orang.

Marniati mengaku telah mengabdi menjadi guru honor di sekolah tersebut sejak tahun 2008 melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Sekolah setempat. Namun hingga 2016 ini, statusnya belum juga diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh pemerintah.
Wanita asal Lombok Tengah ini menetap dan menjadi guru di SDN Gili Tapan lantaran mengikuti suaminya yang kebetulan menjadi Kepala Dusun setempat.
Ia berharap kepada pemerintah agar secepatnya merubah statusnya menjadi PNS supaya mendapat upah yang sesuai dengan besarnya tanggungjawab mendidik putra-putri warga setempat. (Didi Dirgantara)

 

Komentar

comments

Shares

Related posts

Leave a Comment