Sumbawa, PSnews – Gubuk yang terbuat dari anyaman bambu dan beratap daun kelapa milik lansia bernama Patwarni (60), nyaris dilalap api yang berasal dari tungku di dapurnya. Kejadian tersebut berlangsung singkat, ketika rombongan wartawan yang baru saja pulang meliput debat kandidat Paslon Kepala Daerah Sumbawa di Labuhan Alas, Kecamatan Alas, Rabu (27/10/2015).
Berada di permukiman belakang Masjid Nurul Muttaqin, Dusun Brang Loka, Desa Buin Beru, Kecamatan Buer, lansia yang tidak memiliki suami dan anak tersebut hanya tinggal seorang diri di antara rumah-rumah para tetangga.
Kejadian berawal ketika sekumpulan ibu rumah tangga berhenti di pinggir jalan raya dan histeris melihat asap hitam membumbung ke langit. Ternyata asap tersebut berasal dari sebuah rumah yang berada di kiri jalan.
Rombongan wartawan yang saat itu melintas, dalam hal ini Ken Kaniti (pulausumbawanews.net), Moeis Damhoedji (metro tv) Arnan Jurami (Suara NTB), Zainudin (SamawaRea), Jim Sujiman (Gaung NTB) dan Agung Widiastono (Tribun Sumbawa) akhirnya menepi dan bergegas menuju sumber api.
Dengan sigap, para wartawan yang melihat ember langsung mengambilnya dan mencari sumber air untuk menyiram gubuk yang bagian dapurnya sudah dilalap api.
Bahkan Ken, wartawan media ini berteriak “kebakaran!!!”. Agar warga sekitar berkumpul dan melihat dan membantu memadamkan api. Bersama warga lainnya, para wartawan bahu membahu memadamkan api. Apalagi dua orang wartawan, Zainuddin dan Jim Sujiman berlatang belakang Tagana yang tentunya memiliki pengetahuan tehnis untuk menjinakan api. Sekitar 15 menit, akhirnya api berhasil dipadamkan. Ternyata, pemilik gubuk mengaku tengah memasak sayur di atas tungku yang berada persis sudut kanan belakang gubuk miliknya. Namun ia sempat meninggalkan masakannya untuk mencari anak ayamnya yang berkeliaran menjauh dari gubuk.
Nahasnya, belum semenit Patwarni terkejut karena dari kejauhan melihat asap tebal dari atap rumahnya membumbung tinggi. Sadar gubuknya mulai terbakar, ia pun berlari untuk menyelamatkan harta bendanya.
Dengan usia setua itu, ia pun tidak bisa maksimal menyelamatkan harta benda. Ia pun pasrah, setelah akhirnya mendapat bantuan dari sejumlah pihak.
“Saya memang sedang masak sayur, tapi saya tinggalkan mencari anak ayam yang pergi dari kandang,” katanya dengan badan masih gemetaran.
Jika di tinjau dari segi kelayakan, kehidupannya jauh dari kata layak sebagai orang lansia yang mestinya mendapatkan perhatian dan menikmati masa tua.
Selain tinggal di rumah tidak layak huni ini, pekerjaannya hanya membuat sapu lidi yang sehari-hari dijual ke pasar Alas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sayangnya, tidak pernah ada bantuan dari unsure pemerintah maupun lembaga sosial lainnya. Keberadaan lansia ini sepertinya luput dari perhatian pemerintah. Lalu di mana peran negara untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya?
Tidak hanya itu, untuk menerangi gubuknya itu. Lansia tersebut hanya mengandalkan bantuan aliran listrik dari tetangga terdekat. Hidup tanpa suami maupun anak telah menjadi takdir lansia ini.
Kini ia hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah maupun para pihak yang bersedia membantu demi perbaikan gubuk satu-satunya tersebut. (PSb)