Sumbawa, PSnews – Sekitar 500 ekor ternak sapi diketahui sudah hampir seminggu berada di Stasiun Karantina Pertanian Kelas 1 Sumbawa Besar lantaran tidak dapat dikirim. Hal itu diduga karena Pemprov NTB melalui Dinas Peternakan menghentikan ijin pengiriman ternak. Rencananya para peternak mengancam akan menggelar aksi demo di Mataram.
Mengetahui hal itu, Gubernur NTB – Zulkieflimansyah pada Jumat (15/2) langsung ke Sumbawa untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kedatangannya didampingi Sekdis Peternakan NTB menggelar pertemuan dengan puluhan pengusaha ternak yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Hewan Nasional Indonesia (PEPEHANI) Kabupaten Sumbawa, di Bandara Sultan Muhammad Kaharuddin Sumbawa.

Kepada wartawan usai pertemuan, Sekretaris PEPEHANI Sumbawa – Rusdi Darmawansyah menjelaskan, persoalan ini berawal dari kebijakan sepihak Pemprov NTB dengan tidak menerbitkannya ijin pengiriman sapi hidup dari Pulau Sumbawa ke Pulau Lombok sejak Senin (11/2/2019) lalu. Pihaknya mencoba melakukan komunikasi dengan Kadis Peternakan Propinsi NTB, namun jawabannya izin pengiriman distop atau diberhentikan. Dengan kondisi itu, sejumlah pengusaha ternak yang tergabung dalam PEPEHANI menjadi gamang. Tapi pihaknya mengizinkan pengusaha untuk tetap melakukan pengadaan ternak di lapangan dan proses pengiriman tetap dilakukan meski ijin belum diterbitkan. Acuannya adalah SK penetapan kuota pengiriman yang diterbitkan Desember 2018 lalu yang jumlahnya mencapai 16 ribu ekor ternak. “Kami saat itu menuntut kalau memang ijin mau distop, batalkan dulu SK kuota yang sudah ditetapkan. Pemprov sepertinya ambigu. SK kuota sudah dikeluarkan, tapi ijin pengiriman tidak diterbitkan,’’ tukas Rusdi Buer—sapaan akrabnya didampingi anggotanya, Rahmad Aron.
Menurutnya, akibat tidak diterbitkannya ijin pengiriman, sekitar 500 ekor ternak yang berada di Karantina Badas menjadi terlantar sejak Senin kemarin. Pengusaha ternak mengalami kerugian karena harus menyiapkan pakan. “Kami terperangkap dengan aturan yang tidak jelas, karena penyetopan ijin ini disampaikan secara lisan. Di satu sisi SK pembatalan kuota yang sudah ditetapkan juga tidak ada,’’ tukasnya.
Para pengusaha pun menyuarakan keluhannya melalui media sosial yang langsung direspon Gubernur NTB. Ketika itu Gubernur meminta para pengusaha hadir pada Jumpa Bang Zul–Rohmi yang digelar setiap Jumat pagi yang kebetulan tadi digelar. Namun mereka enggan hadir karena menurutnya persoalan itu bukan masalah kecil dan tidak bisa didiskusikan di forum umum seperti itu, melainkan harus dibahas secara khusus. “Kami mencoba menghubungi Ibu Kadis Peternakan via telepon seluler, tapi tidak diangkat. Kami pun sepakat untuk berangkat ke Mataram, tapi bukan untuk menghadiri Jumpa Bang Zul Rohmi melainkan menggelar aksi demo,’’ imbuhnya.
Bahkan Gubernur langsung menghubungi salah satu anggota PEPEHANI agar dapat menemuinya di Bandara Sultan Muhammad Kaharuddin. Dalam pertemuan itu, Rusdi memahami arah program pemerintahan Zul Rohmi bahwa ke depan adalah industry peternakan. Pada prinsipnya, Rusdi menyatakan PEPEHANI sangat welcome dengan program tersebut yaitu pengiriman daging. Sebab pengiriman ternak dalam bentuk daging ini akan membuka lapangan kerja bagi yang lainnya. Namun kebijakan ini tidak boleh serta merta diberlakukan, harus ada tahapan dan proses karena pasarnya harus terbentuk dulu.
Rahmad Aron menambahkan, sebenarnya pengusaha ternak memiliki konstribusi yang cukup besar untuk daerah. Setiap pengiriman per ekor sapi dikenakan retribusi sebesar Rp 105 ribu. Tidak heran jika PAD dari pengiriman ternak ini per tahunnya mencapai Rp 2 milyar. Sebab setiap hari pengiriman rata-rata 75 ekor.
Dalam pertemuan itu Gubernur memberikan solusi bahwa ratusan sapi di Karantina Badas harus segera dikirim dan memerintahkan Kadis Peternakan untuk menerbitkan izin. Gubernur juga meminta agar kuota pengiriman yang sudah ditetapkan harus dihabiskan sehingga tahun depan tidak ada lagi pengiriman ternak hidup melainkan dalam bentuk daging.
Selain itu Gubernur menekankan para pengusaha yang tergabung dalam PEPEHANI menyiapkan prosesing ke arah pengiriman daging. Bagi pengusaha yang tidak beritikad berproses ke arah tersebut diberikan sanksi dengan menyetop perizinannya. Terakhir Gubernur meminta agar setiap pengiriman untuk menyisihkan infaq 2,5% bagi kepentingan masjid dan pondok pesantren. “Daerah kita akan banyak kemajuannya kalau bukan hanya menjual ternak hidup, tapi mencoba memprosesnya ddengan RPH di tempat kita. Nggak mudah, tapi harus ada keberanian untuk memulainya. Jalan panjang selalu di mulai dengan langkah pertama,” ujar Gubernur. (PSg)