Tradisi Sedekah Orong di Situs Ai Renung Batu Tering

Sumbawa, pulausumbawanews.net – Salah satu dari 7 (tujuh) Situs Ai Renung di Desa Batu Tering Kecamatan Moyohulu Kabupaten Sumbawa NTB, masih dianggap sakral oleh sebagian warga setempat. Situs yang dianggap sakral adalah sarkofagus situs 2 (dua) yang berjarak sekitar 5 km dari pemukiman penduduk Desa Batu Tering.

Juru kunci Situs Ai Renung, Syahruddin kepada media ini menuturkan, tradisi Sedekah Orong ini telah berlangsung puluhan tahun, bahkan mungkin ratusan tahun lalu. Setiap tahun petani setempat menggelar ritual sedekah orong di area situs megalit berupa sarkofagus atau kuburan batu tersebut. Ritual diikuti sekitar 30 hingga 40 pasangan suami istri.

Semua peserta ritual diwajibkan untuk ikut menumbuk ramuan di dalam lumpang secara bergantian. Setelah semua orang mendapat kesempatan menumbuk, obat padi disimpan dalam wadah. Pemimpin ritual kemudian menyiapkan lima wadah sesaji terbuat dari anyaman bambu atau ancak yang diletakkan di bagian atas sarkofagus. Masing-masing ancak berisi empat kepalan ketan berwarna hitam, putih, merah, dan kuning. Disamping itu ancak juga diisi dengan untaian daun sirih yang dibentuk khusus berisi kapur dan tembakau yang disebut mama’ pekok, rokok terbuat dari lontar, telur ayam matang seperempat butir, kiping (panganan terbuat dari ketan), dan biti (penganan dari beras). Selanjutnya Sang Dukun menyembelih ayam berwarna hitam. Setelah itu, bagian kepala dan hatinya diambil untuk diletakkan di ancak pertama. Darah ayam dicampurkan ke dalam ancak.

Selanjutnya, persiapan ancak kedua, dimana ayam yang disembelih adalah ayam berbulu tiga warna, yakni coklat, hitam dan putih. Sedangkan ancak ketiga disembelih ayam berwarna putih. Dan ancak keempat dan kelima disembelih ayam biasa bisa berwarna apa saja. Setelah semua ancak selesai, Sang Dukun mengambil tanah di sekitar sarkofagus sebanyak lima kepalan yang masing-masing dibungkus dalam satu kantong plastik.

Sang dukun memimpin ritual dengan membacakan doa dan mantra. Lalu kelima ancak disebarkan kelima penjuru, yakni situs Ai Renung 2, Bukit Batu Beta, Buin Ai Terjun, Gunung Ala dan Bukit Sangka Bulan.

Ritual sedekah orong ditutup dengan membakar sisa ayam dimana bagian kepala dan hatinya telah diambil untuk sesaji. Ayam dibakar di lokasi, kemudian dinikmati bersama oleh semua peserta ritual, kecuali Sang Dukun yang memimpin ritual, dimana pada hari itu harus menjalani puasa.

Setelah acara makan berakhir, peserta ritual meninggalkan lokasi dengan masing-masing membawa obat padi yang ditumbuk bersama-sama pada awal upacara. Obat padi tersebut akan dimanfaatkan saat padi mulai tumbuh untuk mencegah hama penyakit.

Syahrufdin menjelaskan, ritual sedekah orong bertujuan untuk mempersatukan roh leluhur supaya tidak mengganggu tanaman. Sepanjang upacara semua peserta tidak boleh berbicara dan banyak bergerak, kecuali saat menumbuk obat padi. “Tidak ada petani di sini yang berani mengabaikan ritual sedekah orong, karena takut akan mengakibatkan gagal panen,” ujarnya.

Ia menambahkan, bahwa ritual sedekah orong ini tidak boleh didokumentasikan. “Pada tahun 2010, ritual sedekah orong pernah direkam dengan kamera, dan pada tahun yang sama hasil panen sangat buruk, sehingga larangan mendokumentasikan ritual atau dilihat orang luar, tetap berlaku sampai saat ini,” ungkapnya.

Menurutnya, tugas Sang Dukun cukup berat karena harus memimpin ritual dalam keadaan puasa. Sang dukun tidak mendapatkan upah secara langsung, namun jika kelak hasil panen bagus, maka masyarakat akan mengirimkan sebagian hasil panen kepadanya.

Pada saat panen, lanjut Syahruddin, tidak ada upacara besar, namun siapapun yang memulai panen pertama kali di wilayah ini wajib mengadakan upacara kecil bersama Sang Dukun dengan membawa sesaji berupa nasi beras berjumlah empat kepalan tangan, telur ayam satu butir dibagi empat, dan sejumput garam yang diletakkan dalam wadah anyaman bambu. Kemudian bersama sang dukun sesaji itu diletakkan di sarkofagus situs 2. Upacara ini hanya diwajibkan bagi orang yang mengawali panen. “Setidaknya sarkofagus ini dimanfaatkan untuk ritual sebanyak dua kali dalam setahun, yakni sedekah orong saat mulai tiba masa tanam, dan upacara mengawali panen sebagai ungkapan rasa syukur,” paparnya. (PSa)

Komentar

comments

Shares

Related posts

Leave a Comment