Jakarta, PSnews – Pada akhir Maret 2020, BMKG merilis bahwa Awal Musim Kemarau di Indonesia bervariasi, sebagian besar dimulai bulan Mei – Juni 2020. Hasil pemantauan perkembangan musim kemarau hingga akhir Agustus 2020 menunjukkan bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia (87%) sudah mengalami musim kemarau. Samudra Pasifik diprediksi berpeluang terjadi La-Nina, sedangkan Samudra Hindia berpotensi terjadi IOD negatif.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyatakan, pemantauan BMKG hingga akhir Agustus 2020 terhadap anomali suhu muka laut pada zona ekuator di Samudera Pasifik menunjukkan adanya potensi La Nina (indeks Nino3.4 = -0.69), yang berpotensi mengakibatkan peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia pada saat musim hujan nanti.
Hal tersebut sejalan dengan prediksi institusi meteorologi dunia lainnya yang menyatakan ada peluang munculnya anomali iklim (La Nina). La Nina berkaitan dengan lebih dinginnya suhu muka laut di Pasifik ekuator dan lebih panasnya suhu muka laut wilayah Indonesia, sehingga menambah suplai uap air untuk pertumbuhan awan-awan hujan di wilayah Indonesia dan menghasilkan peningkatan curah hujan.
Sementara itu di Samudra Hindia, pemantuan terhadap anomali suhu muka laut menunjukkan kondisi IOD negatif (indeks IOD= -0.47). IOD negatif menandai suhu muka laut di Samudra Hindia sebelah barat Sumatra lebih hangat dibandingkan suhu muka laut Samudra Hindia sebelah timur Afrika. Hal ini juga menambah suplai uap air untuk pertumbuhan awan-awan hujan di wilayah Indonesia dan menghasilkan peningkatan curah hujan, khususnya untuk wilayah Indonesia bagian barat. Kondisi IOD negatif ini berpeluang bertahan hingga akhir tahun 2020.
Baik kondisi La Nina dan IOD negatif tersebut diprediksi mengakibatkan sebagian wilayah Indonesia atau 27,5% Zona Musim (ZOM) berpotensi mengalami musim hujan yang cenderung LEBIH BASAH daripada rerata klimatologisnya, meskipun secara umum kondisi Musim Hujan 2020/2021 di sebagian besar wilayah Indonesia atau pada 243 ZOM (71%) diprakirakan NORMAL atau SAMA dengan rerata klimatologisnya. Pemutakhiran prediksi akan dilakukan setiap bulan.
Dwikorita menyampaikan pula bahwa Musim Hujan di Indonesia akan dimulai secara bertahap di akhir bulan Oktober, terutama dimulai dari wilayah Indonesia Barat dan sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan mengalami puncak musim hujan di bulan Januari dan Februari 2021. “Sebagian besar wilayah diprakirakan mengalami puncak musim hujan pada bulan Januari dan Februari 2021, yaitu sebanyak 248 ZOM (72,5%)”, imbuh Dwikorita.
Awal, Sifat, dan Puncak Musim Hujan
Datangnya musim hujan umumnya berkaitan erat dengan peralihan Angin Timuran yg bertiup dari Benua Australia (Monsun Australia) menjadi Angin Baratan yang bertiup dari Benua Asia (Monsun Asia), jelas Deputi Klimatologi BMKG, Herizal. Ia menambahkan bahwa peralihan angin monsun diprediksi akan dimulai dari wilayah Sumatra pada Oktober 2020, lalu wilayah Kalimantan, kemudian sebagian wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara pada November 2020 dan akhirnya Monsun Asia sepenuhnya dominan di wilayah Indonesia pada bulan Desember 2020 hingga Maret 2021.
Dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 34,8% diprediksi akan mengawali musim hujan pada bulan Oktober 2020, yaitu di sebagian Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Sebanyak 38,3% wilayah akan memasuki musim hujan pada bulan November 2020, meliputi sebagian Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Sementara itu 16,4% di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTB, NTT, dan Papua akan masuk awal musim hujan di bulan Desember 2020.
Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis Awal Musim Hujan (periode 1981-2010), maka Awal Musim Hujan 2020/2021 di Indonesia diprakirakan MUNDUR pada 154 ZOM (45%), SAMA dengan NORMAL pada 128 ZOM (35%), dan MAJU pada 68 ZOM (20%).
Selanjutnya, apabila dibandingkan terhadap rerata klimatologis Akumulasi Curah Hujan Musim Hujan (periode 1981-2010), maka secara umum kondisi Musim Hujan 2020/2021 diprakirakan NORMAL atau SAMA dengan rerata klimatologisnya pada 243 ZOM (71%). Namun sejumlah 92 ZOM (27,5%), akan mengalami kondisi hujan ATAS NORMAL (MUSIM HUJAN LEBIH BASAH), yaitu curah hujan musim hujan lebih tinggi dari rerata klimatologis) dan 5 ZOM (1,5%) akan mengalami BAWAH NORMAL (MUSIM HUJAN LEBIH KERING), yaitu curah hujan lebih rendah dari reratanya).
Rekomendasi Prakiraan Musim Hujan 2020/2021
Dalam menghadapi musim hujan 2020/2021, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim, Dodo Gunawan mengimbau para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk tetap mewaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami musim hujan lebih awal, yaitu di sebagian wilayah Sumatra dan Sulawesi, serta sebagian kecil Jawa, Kalimantan, NTB, dan NTT.
Perlunya peningkatan kewaspadaan dan antisipasi dini untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim hujan lebih basah dari normalnya yaitu di Sumatra, Jawa dan sebagian kecil Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua. Selain itu perlu diwaspadai pula wilayah-wilayah yang akan mengalami Awal Musim Hujan sama atau sedikit terlambat (10-20 hari), terutama di wilayah-wilayah sentra pangan seperti Jawa, Bali, NTB, dan Sulawesi. Masyarakat diharapkan dapat lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim hujan terutama di wilayah yang rentan terjadi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
Dwikorita selanjutnya menekankan perlunya kewaspadaan dan penyiapan secara lebih dini dan optimal untuk upaya mitigasi oleh para pemangku kepentingan dan Pemerintah Daerah yang wilayahnya diprakirakan akan mengalami musim hujan lebih maju atau lebih basah. Mitigasi tersebut dengan melakukan pengelolaan tata air yang terintegrasi dari hulu hingga hilir, antara lain dengan upaya memenuhi dan menyimpan air lebih lama ke danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya, serta penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debit air berlebih. (PSa)