Sumbawa, PSnews – Civitas akademika Universitas Samawa (UNSA) menilai keberadaan Sumbawa and Techno Park (STP) di area kampus Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) di Batu Alang Kecamatan Moyohulu inprosedural. “Kami menilai Science And Techno Park (STP) tidak prosedural, meski secara kebijakan UNSA menyetujui adanya STP di Kabupaten Sumbawa untuk menjadi inkubasi bisnis bagi masyarakat dan kalangan akademisi,” tandas Dekan Fakultas Hukum UNSA, DR. Lahmuddin Zuhri SH, MHum .
Berkaitan dengan itu, lanjut Lahmuddin, UNSA pernah melakukan rapat dengar pendapat dengan Pemda dan DPRD Kabupaten Sumbawa. Bahkan UNSA turun ke jalan karena menganggap pemerintah tertutup dalam menentukan kebijakan sekalipun upaya tersebut tidak perlu dilakukan. Lahmuddin mempertanyakan, apakah model tata kelolanya sudah masuk dalam RPJM Sumbawa atau tidak, hal itu belum terjawab. “Kegelisahan itu berlanjut hingga keluarnya surat Wakil Bupati Sumbawa dan peresmian STP tersebut. Kami kaget dengan adanya hal itu, seolah-olah apa yang disampaikan pihak UNSA di era kepemimpinan Bupati Sumbawa terdahulu maupun Bupati sekarang, sehingga UNSA menilai ada orang-orang tertentu yang menafikkan aspirasi tersebut,” ungkap Lahmuddin didampingi beberapa civitas akademika UNSA dalam jumpa pers yang digelar di ruang Rektor UNSA, Rabu (08/03).
Pihaknya berharap dan menginginkan adanya keadilan, kejelasan, keberimbangan untuk ikut aktif dan bermitra strategis dalam mengisi dan mengelola STP tersebut. Ternyata harapan itu tidak terwujud dan menjadi kegelisahan lagi.
“Ada beberapa hal yang janggal dalam pembangunan STP, karena dihajatkan untuk pembangunan Kabupaten Sumbawa. Bagaimana proses mensejahterakan, mempercepat laju perekonomian masyarakat Sumbawa ? Sementara kenyataannya terkesan sangat tertutup dan Pemerintah Daerah pun tidak mampu memberikan penjelasan terkait hal itu. Selaku masyarakat Sumbawa kami ingin keterbukaan tentang tata kelola pembangunan dan konsep tata kelola STP kedepan, karena menggunakan dana APBD dan APBN,” tandas Lahmuddin.
Baca juga : Kemenristek Dikti Resmikan STP Sumbion Park di UTS
Dekan FISIP UNSA, M. Shalahuddin, M.Si menambahkan, hal ini terkesan ada upaya untuk mencari aman dan cuci tangan dalam proses pembangunan STP, baik DPRD Sumbawa maupun Pemda Sumbawa tidak tahu menahu tentang hal tersebut. “Bagaimana mungkin sebuah program yang dihajatkan untuk pembangunan masyarakat Sumbawa dan kesejahteraan ekonomi maupun mekanisme pengadaan lahan dan lain sebagainya tidak dipahami? Padahal itu peluang,” ketusnya.
Menurut Shalahuddin, persyaratan yang dihajatkan untuk STP adalah harus dikelola oleh Pemda Sumbawa. Semua lahan STP adalah milik Pemda Sumbawa. Konon ada khabar bahwa sertifikat lahan dihibahkan kepada UTS oleh Pemda Sumbawa. “Secara logika paling sederhana, kalau bukan Pemda berarti ini tidak bisa jalan karena persyaratan lahan dari Pemda Sumbawa,” jelasnya.
Hal senada juga dikatakan FKIP UNSA, DR. Muhammad Iksan, M.Pd, bahwa sebenarnya STP merupakan inisiasi pemerintah daerah. Dan ketika inisiasi Pemerintah Daerah, maka tentu menjadi hak milik Pemda melalui Kemenristek Dikti. “Ternyata STP ini dinisiasi oleh lembaga pendidikan tinggi tertentu yang hajatannya milik daerah, tapi ternyata sertifikat tanah tersebut bukan milik Pemda. Ketika STP ini nantinya mangkrak, maka akan menjadi milik oknum-oknum tertentu,” ujar Iksan.
Pakar Politik di UNSA, Lukmanul Hakim, SE, M.Ap menuding adanya prosedur yang salah dalam pendirian STP dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya. “Sebagai pihak Universitas, saya menganggap keberadaan STP tidak prosedural, serta tanpa melibatkan Universitas lain dalam proses pendiriannya,” ungkap Lukman.
Dalam hal ini Civitas Akademika UNSA menolak untuk terlibat di dalam STP karena beberapa permasalahan yang dipaparkan tersebut. Bahkan UNSA berencana akan membangun Inkubasi Bisnis tersendiri di luar STP, meski nantinya UNSA diajak untuk terlibat memanfaatkan keberadaan STP kedepan. (PSj)