Sumbawa, PSnews – Menyikapi laporan yang ditujukan kepada Prof Din Syamsuddin ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) terkait dugaan radikalisme yang dilaporkan oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) alumni Institut Teknologi Bandung (ITB).
Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Ubaidullah angkat suara. Dia menyatakan dengan tegas, laporan tuduhan radikalisme itu adalah keliru besar dan salah alamat. Bahkan tak masuk akal sehat dikaji dari sisi manapun.
Menurut Ubay, Prof Din adalah tokoh bangsa yang agamis dan Pancasilais. Ketokohannya diakui dunia internasional sebagai pelopor utama dialog antarperadaban membawa pesan perdamaian. Sementara itu, di dalam negeri, tokoh utama lintas agama yang mengedepankan pesan kerukunan dan mengajak kerjasama untuk kemanusiaan.
“Perlu diketahui bahwa Prof Din adalah seorang guru bangsa, pernah memimpin organisasi islam terbesar di Indonesia dan Dunia, yaitu Muhammadiyah dua periode. Kemudian menjadi ketua MUI, dan Utusan khusus Presiden Bidang Perdamaian. Hal ini menjadi bukti bahwa Prof Din adalah sosok yang paham tentang kondisi dan situasi bagaimana cara mengelolah kehidupan berbangsa dan bernegara,” tandasnya dalam pernyataan khusus kepada #BreakingNews ini, jelang Magrib, Sabtu (13/02).
Lanjut Ubay, Prof Din adalah tokoh yang melatakkan konsep Pancasila sebagai Darul Ahdi WA Syahada. Selain itu Prof Din juga pernah menjadi utusan Presiden Jokowi sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban.
Dengan begitu, Ubay bertanya, lalu radikalnya dimana?
Dalam penilaian cendekiawan muda Muhammadiyah Sumbawa, itu, orang yang melapor ini adalah orang yang iri, sakit hati, dengki dan hasad.
“Selaku warga Muhammadiyah, kami merasa bahwa umat Islam dan tokoh bangsa ini tengah berusaha untuk diadu dan dipecah belah. Khusus kepada persarikatan Muhammadiyah, kami merasa organisasi kami tengah jadi semacam target operasi itu. Kini kami tengah menunggu apa instruksi dari pimpinan Muhammadiyah kepada warganya,” ungkap Ubay yang juga dosen Universitas Samawa atau Unsa itu menutup pernyataan. (PSa)