Oleh : Fathul Muin, S.P
Ketua Devisi Advokasi pada Forum Pengurangan Risiko Bencana Kabupaten Sumbawa
Kecenderungan manusia selalu memiliki pemahaman yang beragam ketika menghadapi suatu peristiwa. Apalagi peristiwa tersebut menyangkut kehidupan ekonomi, runtuhnya tatanan social dan timbulnya korban jiwa.
Dalam perspektif Islam, sebuah peristiwa yang menimbulkan kesusahan, kesempitan atau kehilangan kenyamanan biasanya dilihat sebagai musibah yang diakibatkan oleh ulah perbuatan manusia sendiri (QS. Asy-Syura:30) atau azab sebagai siksaan akibat menentang kehendak Allah (QS. As-Sajadah:21).
Memaknai sebuah peristiwa sebagian orang ada yang menyebutnya sebagai ujian. Namun ujian bukan saja tentang kesusahan dan kesempitan tetapi juga tentang kelapangan, kemapanan dan kebahagiaan sebagai pengukur kadar ketakwaan manusia terhadap penciptanya (QS Muhammad:31). Bagi orang-orang yang beriman sudah pasti semua peristiwa yang terjadi dipahami sebagai kehendak Tuhan dan karena itu semua ciptaannya tidak ada yang sia-sia. Itulah sebabnya kita sering mendengar kalimat “selalu ada hikmah di balik peristiwa” atau “selalu ada hikmah di balik musibah”
Sejak Maret 2020, negeri kita dilanda wabah virus corona. Peristiwa ini telah menyebabkan seluruh sector terganggu tak terkecuali sector pendidikan. Upaya adaftasi dan mitigasi bencana non alam ini terus dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan. Sebut misalnya, Kepres Nomor 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan \Bencana Non Alam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional yang kemudian menjadi rujukan terbitnya kebijakan-kebijakan lain.
Pelaksanaan pendidikan juga mengalami perubahan kebijakan, seiring terbitnya SE Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Covid-19. Kebijakan ini juga diikuti oleh sejumlah kebijakan pemerintah daerah dan instansi teknis daerah.
Baru-baru ini diterbitkan penyesuaian keputusan bersama empat menteri tentang panduan pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Dalam SKB ini mempertegas kebijakan sebelumnya bahwa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan Belajar Di Rumah (BDR) harus tetap dilaksanakan di zona merah dan oranye, yang didasarkan pada hasil pemetaan risiko Satgas Pencegahan Penyebaran Covid-19. Sedangkan ijin belajar tatap muka di satuan pendidikan dasar dan menengah diperluas ke zona kuning dari sebelumnya hanya di zona hijau.
Kewenangan pengambilan keputusan pembelajaran tatap muka di zona kuning dan hijau sepenuhnya berada tangan di pemerintah daerah, kantor atau kantor wilayah bagi kementerian agama. Meskipun demikian orang tua tetap menjadi penentu apakah mengijinkan anaknya atau tidak untuk mengikuti pertemuan tatap muka atau tetap melanjutkan pembelajaran di rumah (BDR).
Pelaksanaan pembelajaran tatap muka di zona kuning dan hijau dengan ketentuan bahwa pendidikan dasar dan menengah dilakukan secara bersamaan. Sedangkan PAUD dapat memulai pertemuan tatap muka paling cepat dua bulan setelah jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Bagi kelompok Madrasah dan sekolah berasrama dengan kapasitas asrama dan jumlah peserta didik kurang dari atau sama dengan 100 orang dapat membuka asrama dan melakukan pembelajaran tatap muka secara bertahap dengan ketentuan, pada masa transisi bulan pertama 50 persen, bulan kedua 100 persen, kemudian 100 persen pada masa kebiasaan baru.
Untuk kapasitas asrama dengan jumlah peserta didik lebih dari 100 orang, pada masa transisi bulan pertama 25 persen, dan bulan kedua 50 persen, kemudian memasuki masa kebiasaan baru pada bulan ketiga 75 persen, dan bulan keempat 100 persen.
Kurikulum Darurat
Data menunjukkan sekitar 57 persen peserta didik saat ini berada di zona merah dan oranye, 68 juta siswa melakukan kegiatan belajar di rumah dan ratusan ribu sekolah ditutup, sekitar 4 juta guru melakukan kegiatan belajar mengajar jarak jauh.
Kementerian Dikbud telah menginventarisir sejumlah kendala berdasarkan kondisi tersebut terutama dalam pembelajaran jarak jauh. Saat ini para guru mengalami kesulitan dalam mengelola Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dan masih terfokus dalam penuntasan kurikulum.
Permasalahan lain terkait pendampingan anak di rumah, dimana tidak semua orang tua mampu mendampingi anak-anak belajar dengan optimal karena harus bekerja ataupun karena keterbatasan kemampuan sebagai pendamping belajar anak.
Disisi yang lain para peserta didik juga mengalami kesulitan berkonsentrasi belajar dari rumah serta meningkatnya rasa jenuh yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kesehatan jiwa.
Di luar itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan selama masa pandemic telah terjadi kekerasan terhadap anak; 62 persen kekerasan verbal dan 11 persen kekerasan fisik. Umumnya kekerasan terjadi saat anak tidak bisa mengerjakan tugas-tugas selama BDR. Bentuk-bentuk kekerasan yang paling umum dilakukan para orang tua terhadap anaknya adalah membentak, mencaci maki dan memukul. Bahkan ada yang melakukan kekerasan hingga anaknya kehilangan nyawa.
Untuk menjawab permasalahan pembelajaran dalam kondisi darurat Covid-19, Kementerian Dikbud menerbitkan keputusan Mendikbud Nomor 719 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Pada Satuan Pendidikan Dalam Kondisi Khusus.
Permen ini memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk memilih tiga opsi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, yaitu tetap mengacu pada kurikulum nasional, menggunakan kurikulum darurat (sebagai penyederhanaan kurikulum nasional) atau melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri. Kebijakan ini bertujuan agar siswa tidak terbebani dengan tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun untuk kelulusan.
Selain kebijakan kurikulum, kementerian Dikbud juga menyediakan modul belajar khususnya bagi PAUD dan Sekolah Dasar (SD). Modul ini mencakup uraian pembelajaran berbasis aktivitas guru, orang tua dan peserta didik. Pemerintah juga melakukan relaksasi peraturan untuk guru dalam mendukung kesuksesan pembelajaran di masa pandemic Covid-19. Guru tidak lagi diharuskan untuk memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka dalam seminggu sehingga guru dapat focus memberikan pelajaran interaktif kepada siswa tanpa mengejar pemenuhan jam.
Hikmah di Zona Merah
Metode pembelajaran jarak jauh di masa pandemi patut membuka mata kita bahwa penggunaan teknologi memiliki peran penting dalam mendidik generasi bangsa ini. Pendidikan di era modern menuntut semua pihak, baik guru, peserta didik maupun orang tua harus beradaftasi dengan penggunaan teknologi informasi.
Selama ini, banyak orang tua yang tidak menyadari perannya dalam mendukung pendidikan anak. Pendidikan anak-anak mereka sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, padahal keberhasil seorang anak dalam belajar dan bersosialisasi sangat dipengaruhi oleh peran dan dukungan orang tua.
Dalam kegiatan BRD sekarang ini para orang tua mau tidak mau ikut terlibat dalam kegiatan pembelajaran anaknya. Pendampingan diperlukan karena tidak semua materi yang diberikan guru dapat dipahami secara sempurna. Oleh karena itu orang tua berperan membantu anak-anak mereka menuntaskan permasalahan tersebut.
BDR memiliki dampak positif, bukan saja pada terasahnya kemampuan guru, peserta didik dan orang tua terhadap penggunaan teknologi informasi. Tetapi yang paling penting para orang tua memahami sendiri bagaimana kondisi kognitif dan non kognitif anaknya.
BRD sebenarnya merupakan tantangan baik bagi guru, siswa maupun orang tua. Bagi peserta didik BDR adalah kondisi yang tepat untuk melatih kemadirian belajar serta berfungsi memperkuat daya tahan menghadapi tantangan.
Di sisi lain, apresiasi orang tua terhadap guru juga meningkat sebagai dampak BDR. Orang tua yang biasanya menggampangkan tugas guru sekarang lebih proaktif berkomunikiasi/berdiskusi dengan guru-guru anaknya untuk menyelesaikan masalah pembelajaran. Dalam konteks ini guru telah melakukan transfer pengetahuan (knowledge transfer) bagaimana melakukan pendampingan dalam pembelajaran peserta didik.
BDR sesungguhnya melekatkan hubungan antara orang tua dengan peserta didik. Mc Cartney & Dearing, 2002 dalam Eliasa, 2011, menyebutkan kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya. Oleh karena itu, kita dapat memahami bahwa kelekatan antara orang tua dan anak memberi dampak yang cukup signifikan pada perilaku anak. Jika anak memiliki kelekatan yang baik dengan orang tuanya, maka diyakini anak tersebut akan berkembang lebih optimal dan memiliki perilaku yang positf. Sebaliknya anak dengan kelekatan tidak aman cenderung akan menunjukan emosi negatif seperti rasa takut, stress dan marah.(*)