Oleh
Susi Tri Fitriani
( Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Keguruan dan Pendidikan UNIVERSITAS SAMAWA )
Mencintai budaya sama halnya dengan mencintai orang yang kita sayang. Kita tak akan tahu betapa indah, betapa kaya, betapa agungnya kebudayaan yang kita punya jika kita tak menyatu dengannya. Begitu juga dengan cinta, harus menyatu untuk bisa merasa. Mau seberapa besar kebudayaan kita tergeser oleh modernisasi budaya barat. Ia akan tetap cantik dan menawan bila kita sudah menyatu dengannya.
Budaya merupakan suatu hal yang bisa dijadikan sebagai indentitas unik dan khas bagi suatu daerah. Apalagi Indonesia memiliki banyak sekali macam budaya. Hal ini dikarenakan negara maritime ini memiliki banyak ragam suku dan bahasa. Sehingga hal ini menjadi suatu kebanggaan bagi Indonesia karena memiliki banyak budaya yang amat melimpah dan unik. Namun terkadang dengan banyaknya budaya yang ada, membuat orang masih saling membeda-bedakan. Hal ini yang mampu memberikan dampak buruk kelak pada anak-anak. Oleh sebab itu belajar tentang budaya melestarikan budaya sangat dianjurkan.
Masyarakat Kecamatan Maronge sebagai bagian dari masyarakat agraris Sumbawa menyelenggarakan Festival Rantok 1001 Deneng yang dihajadkan bukan hanya sebagai sebuah tradisi namun juga sebagai peringatan dan kesyukuran hari ulang tahun terbentuknya Kecamatan Maronge Adapun desa yang ikut memeriahkan antara lain Maronge, pemasar, simu, labu sangor. Festival rakyat ini dihadiri oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Sumbawa Drs. H. Rasyidi mewakili Bupati Sumbawa, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sumbawa H. Ilham Mustami, S.Ag, Kepala Disporabudpar Sumbawa Ir. H. Junaidi, M.Si, Camat Maronge Lukmanuddin, S,Sos serta pejabat pemerintahan desa, tokoh masyarakat dan pemangku adat di Kecamatan Maronge dan sekitarnya, Kamis (15/12). Dalam sambutan tertulis Bupati Sumbawa yang dibacakan Sekda Sumbawa Drs. H. Rasyidi menyampaikan penghargaan kepada seluruh masyarakat Maronge atas terselenggaranya Festival Rantok 1001 Deneng sebagai upaya mempererat semangat kebersamaan dan kekompakan dalam masyarakat yang nantinya akan menunjang suksesnya program pembangunan dalam berbagai bidang di Kabupaten Sumbawa khususnya di Kecamatan Maronge.
Festival budaya Rantok 1001 Deneng merupakan simbul masyarakat agraris, sehingga fungsinya pun dijadikan sebagai pertanda untuk mengumpulkan masyarakat pedesaan, dan dijadikan simbul kosmos ketika terjadi gerhana bulan, tabuhan rantok bertalu-talu sebagai pesan untuk menghormati alam dan lingkungan, rantok dibuat dari kayu dan deneng di buat dengan bambu, kayu dan bambu harus dilestarikan secara berkesinambungan, dalam kegiatan merantok ada hal yang harus di perhatikan yaitu orang yang besnentek terdiri dari dua (2) orang, orang yang beslolo sembilan (9) orang, jadi keseluruhan orang yang merantok adalah sebelas (11) orang sebagai pemenuhan kebutuhan kebudayaan dan tradisi masyarakat Maronge.
Rantok dan deneng adalah dua alat yang digunakan masyarakat tempo dulu untuk mengolah padi menjadi beras. Namun dalam fungsi yang lebih luas, rantok dan deneng tidak jarang digunakan untuk menyemarakkan suasana pada penyambutan tamu-tamu kehormatan, di iringi syair-syair lawas. Juga digunakan untuk memberi tanda gangguan keamanan dan bencana. Pelaksanaan marantok dan nuja (menumbuk) zaman dulu, mengandung nilai kebersamaan atau nilai gotong royong dalam masyarakat. Antara keluarga atau antar tentangga dengan tetangga yang lain. Sehingga, adat saling tolong menolong, saling membalas bantuan (adat basiru) juga sebagai wadah silaturrahim.
Selanjutnya Sekda Rasyidi mengatakan bahwa visi pembangunan lima tahun ke depan dalam rangka mewujudkan sumbawa yang hebat dan bermartabat, maka kultur sosial budaya masyarakat kita harus terus dipelihara dimana hal tersebut akan sangat mendukung pelaksanaan pembangunan daerah melalui pendekatan kearifan lokal. Karena kata hebat dan bermartabat sangat dekat sekali dengan kultur atau budaya, manusia yang hebat dan bermartabat adalah manusia yang memiliki kompetensi yang baik dan berkarakter. Karakter itu ada, kalau kita punya jati diri, dengan kata lain berbudaya. (***)