Jakarta, PSnews – Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Peduli Keadilan (Ampeka) mendatangi Kejaksaan Agung RI untuk melaporkan kasus aset wanprestasi milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) senilai Rp 1,6 trilyun. Kini kasus yang ramai diperbincangkan oleh khalayak tersebut masuk dalam babak baru.
Terkait hal tersebut, daerah telah dirugikan akibat sistem pengelolaannya tidak sesuai prosedur dan mekanisme yang jelas. Sehingga keberadaan dari aset tersebut bukan malah diuntungkan melainkan dirugikan. Padahal Pemprov NTB memiliki hak dalam menertibkan aset-asetnya baik yang berada di Gili Trawangan Lombok Utara maupun di kawasan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). “Aset-aset tersebut mestinya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tapi malah dilakukan pembiaran sehingga menguntungkan pihak-pihak tertentu,” ungkap Ketua Ampeka, Yasmin, Senin (14/10/2019).
Ia menyayangkan pembiaran tersebut sangat merugikan lantaran asetnya berada di kawasan strategis sebagai pusat wisata dunia atau kawasan ekonomi khusus di pulau Lombok tersebut. “Kami dari bagian orang yang peduli tentang daerah, Ampeka akan selalu mengawal kebijakan tersebut. Kami mengindikasi, patut diduga ada operator mafia di Pemprov NTB yang menyalahgunakan kekuasaan, pangkat, jabatan dan wewenangnya untuk memperkaya diri, orang lain atau suatu koorporasi, sehingga daerah dirugikan,” bebernya.
Mengenai hal tersebut, Ampeka menduga ada pemangku jabatan strategis di Pemprov NTB yang selama ini telah menjadikan aset tersebut sebagai sumber ‘kejahatan’ yakni meraup keuntungan pribadi dan kelompoknya. “Terkait orang yang diduga terlibat dalam persoalan itu, kami yakin dalam waktu dekat Kejagung RI dan Kajati NTB akan memanggil serta mengadili secara pidana,” tegas Yasmin.
Ia kembali menegaskan, penanganan kasus kejahatan terhadap aset daerah Pemprov NTB itu tidak bisa dibiarkan dan perlu dikawal hingga tuntas. “Jangan sampai aset keuntungannya diambil oleh tangan-tangan oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab di Pemprov NTB,” tandasnya.
Yasmin menambahkan, tidak hanya aset tanah seluas 64 hektar yang diungkapkan oleh Kajati NTB, bahkan pihaknya mensinyalir ada ratusan hektar milik Pemprov NTB yang ada di seluruh Kabupaten/Kota se NTB yang akan diperiksa. Keberadaannya diduga dikaburkan pengelolaannya oleh pihak pemangku jabatan strategis di Pemprov NTB. “Kami menduga keberadaan aset tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi yaitu memperkaya diri dan kelompok,” cetusnya.
Untuk itu, dalam waktu dekat, pihaknya akan menyampaikan laporan tambahan terhadap Aparat Penegak Hukum (APH) agar dapat ditindak tegas, sekaligus mengungkap siapa saja oknum pejabat yang bermain. “Kami dari Ampeka akan kawal serta lawan hiingga persoalan tersebut menuai titik terang. Dan kami tidak peduli dari mana anda dilahirkan atau kelompok mana, karena persoalan kejahatan negara telah mengamanahkan kepada siapapun untuk memberantas habis siapapun yg mencoba berbuat curang terhadap kekayaan daerah,” pungkas Yas sapaaan akrabnya.
Ampeka mendukung serta mendorong APH dalam hal ini Kejati NTB, Kejagung RI hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan persoalan tersebut hingga akarnya.
Adapun tuntutan Ampeka yakni 1. Meminta Kejagung RI untuk mendorong penyelesaian kasus Wanprestasi aset Pemprov senilai Rp.1,6 Triliun, 2. segera panggil dan periksa oknum pejabat strategis di Pemprov NTB yang diduga kuat sebagai otak dalam persoalan tersebut., 3. segera tetapkan status hukum sebagai tersangka terhadap oknum pemangku jabatan di NTB atas indikasi keterlibatannya dalam persoalan tersebut. (PSdhy)