Sumbawa, Psnews – Untuk menuju Indonesia emas 30 tahun yang akan datang, Indonesia memiliki tantangan yang berasal dari pengaruh eksternal. Kepentingan asing untuk melemahkan dan menghancurkan negara ini mulai nampak terlihat.
Hal tersebut terkuak dalam sosialisasi Proxy War yang disampaikan Komandan Komando Resort Milier (Danrem) 162 Wirabhakti, Kolonel CZI Lalu Rudy Irham Sri Gede, Senin (15/02/2016). Sosialisasi yang digelar di aula lantai III Kantor Bupati ini diikuti para aparatur pemerintah, TNI/Polri, tokoh masyarakat, tokoh agama serta organisasi masyarakat maupun pemuda dan mahasiswa.
Danrem mengyngkapkan, dalam menuju ke Indonesia Emas banyak sekali kendalanya, karena ada kepentingan dari negara-negara luar yang tidak menginginkan Indonesia menjadi kuat dan besar. Mereka, tegas Danrem, menginginkan Repbulik Indonesia menjadi negara bagian yang kecil-kecil supaya mudah dikendalikan dan dipengaruhi. Contohnya di Papua yang paling berbahaya. Dengan cara sering dibuat permasalahan supaya Papua menjadi lemah.
“Gambarannya, bagaimana penghancuran negara kita supaya tidak bisa menjadi negara kuat. Generasinya harus dihancurkan melalui narkoba. Sudah jelas ada negara asing yang berkepentingan menghancurkan negara kita melalui narkoba,” tandas Danrem.
Tidak hanya melalui narkoba, cara melemahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga dilakukan dengan ideologi. Karena diketahui Indonesia adalah negara yang memiliki umat muslim terbesar di dunia. Paling tepat adalah membawa ideologi nuansa agama Islam, seperti cara mengacaukan jazirah Arab.
“Kita sadar semua ada di sekeliling kita yang menginginkan kita tidak kuat dan besar,” ujar Rudy.
Secara khusus di NTB, upaya melemahkan dan merusak generasi muda juga terjadi, antara lain melalui penyebaran ideologi beberapa sekte yang sudah masuk. Begitu pula dengan beredarnya sandal dan sepatu yang berlafas Allah dan kalimat Al-Qur’an maupun terompet yang bahannya terbuat dari kertas jilid Al-Qur’an.
“Padahal yang membuat terompet tersebut tidak tahu menahu tujuannya. Dia hanya bisnis. Dia hanya ingin keuntungan dengan membeli kertas yang murah. Atau tidak lolos dari segi quality control dan harus dihancurkan. Tapi tidak demikian, malah dibuat terompet. Akibatnya fatal karena kita paling gampang disulut melalui isu agama,” beber Rudy.
Apalagi islam merupakan agama terbesar di Indonesia. Lalu dengan serta merta akan menuduh umat agama lain. Padahal kejadian itu belum tentu dilakukan oleh umat agama lain. Bisa jadi pengaruh dari luar negeri. Sehingga jika tidak diantisipasi, maka akan terjadi penghancuran dan masyarakat akan berkonflik. “Sudah kelihatan dan kita harus hati-hati,” paparnya.
Terhadap permasalahan ini, pihanya menyikapi secara serius dengan cara berupaya melakukan sosialisasi. Selanjutnya menjadi tugas pemerintah untuk memperbaiki kinerja pengawasan, pembinaan dan penegakan hukum. Begitu ada, langsung ditangkap walaupun dasarnya tidak ada untuk menahan lebih lanjut. Tapi paling tidak ada aksi yang telah dilakukan.
“Bukannya kita tidak serius. Keseriusan ini kita lakukan dengan melakukan sosialisasi pengetahuan sampai dengan 30 tahun ke depan,” tandasnya.
Kepada semua elemen masyarakat diharapkan menyiapkan diri. Apalagi untuk menghadapi Asian Free Trade Area (AFTA) dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang merupakan era perdagangan bebas. Caranya dengan meningkatkan mental masyarakat, sebab secara sumberdaya manusia Indonesia khususnya di NTB sudah siap, hanya tinggal memanejnya saja. “Dengan memolesnya sedikit saja, maka bisa dilakukan misalnya daerah pariwisata di NTB,” pungkasnya. (PSb)