Sumbawa, pulausumbawanews.net – Setelah dicopot dari jabatannya sebagai direktur utama Perumdam Batulanteh, Juniardi Akhir Putra melakukan klarifikasi. Pemberhentian Juniardi tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Sumbawa Nomor 381 Tahun 2022 tertanggal 28 April 2022 tentang Pemberhentian Dirut Perumdam Batulanteh dan Penunjukan Dewan Pengawas dalam pelaksanaan tugas pengurusan Perumdam Batulanteh.
Salah satu alasan pemberhentian, Juniardi diduga telah melakukan mark up pengadaan water meter Perumdam Batulanteh.
Menurut Junuardi, proses pemecatannya adalah keputusan yang terburu-buru, sebab belum ada status hukum yang tetap. Keputusan itu masih berupa hasil Riksus Inspektorat. Itupun, pihaknya belum menerima hasilnya. “Kami belum tahu hasil Inspektorat tersebut. Belum diberikan kepada kami. Kami hanya tahu dari media. Bagi kami ini belum ada status hukum tetap atau inkrah, sehingga itu ditetapkan bermasalah, karena masih sebatas hasil pemeriksaan,” ungkapnya dalam jumpa pers yang digelar di kediamannya di Dusun Unter Gedong, Jumat (28/4/2022).
Menurutnya, jika mengacu pada tahapan baku pemeriksaan khusus (Riksus) di Inspektorat, maka mestinya masih ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh Inspektorat Sumbawa sebelum mengeluarkan LHP. “Seperti adanya penyampaian kesimpulan sementara. Ini belum dilakukan sehingga belum ada kesimpulan sementara yang diketahui pihaknya atas hal tersebut,” terangnya.
Seharusnya hasil inspektorat memiliki kesimpulan sementara, sehingga dirinya tahu kesalahan yang dilakukan dan ada celah untuk membuat klarifikasi. Selanjutnya harus ada berita acara kesepakatan terkait hasil Riksus dengan pihak yang diadukan dan diketahui langsung oleh atasan serta hal-hal yang berkenaan dengan hasil pemeriksaan tersebut. Setelah itu baru diadakan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan.
Terkait sangkaan mark up atas pengadaan water meter, Juniardi menjelaskan, bahwa pengadaan dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing 250 unit di tahun 2020 dan 250 unit pada tahun 2021.
Dalam proses pengadaan ini, pihaknya mencari partner yang bisa bekerjasama, dengan waktu pembayaran paling cepat 2 bulan yang disesuaikan dengan keadaan keuangan Perumdam pada saat itu. Dana untuk pengadaannya dengan memanfaatkan sisa dari pembayaran gaji karyawan setiap bulan. “Akhirnya saya ketemu dengan pak Nurdin. Beliau berhubungan dengan saya menyatakan bahwa bisa membantu untuk mengadakan water meter tersebut dengan pembayaran dicicil. Nilai water meter tersebut di Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan/RKAP setiap tahunnya senilai Rp 425 ribu per unit. Dengan keadaan keuangan yang kurang saat itu, saya meminta harganya kurang dari itu. Jadi, bisa rendah nilainya. Sehingga efisiensi terjadi. Akhirnya disepakati oleh beliau nilainya Rp 325 ribu per unit, dengan merek yang berbeda, tapi sama-sama berstatus SNI,” bebernya.
Kemudian saat itu Nurdin membawa perusahaan yang kemudian sepakat untuk bekerjasama. “Karena saya melihat ada efisiensi Rp 100 ribu dan dibayar secara mudah dengan dicicil, makanya kita ambil. Itulah yang menjadi dasar kesepakatan itu terjadi, dan ingat dananya sambil kita cari. Dan saya tidak mengerti dimana dikatakan ada mark up ? Di dalam kontrak nilainya Rp 325 ribu per unit dan kita bayar juga segitu,” tandasnya.
Dan jika dikatakan dirinya merugikan perusahaan, justru di akhir tahun perusahaan mendapat untung sampai Rp 300 juta per 31 Desember 2021. Bahkan keuangan perusahaan juga sudah diaudit oleh BPKP dan tidak ada persoalan.
Sementara itu, terkait status perusahaan mitra kerjasama yang ijinnya tidak diperpanjang, menurutnya pada saat kontrak disepakati, semuanya lengkap.
Terkait hasil rikrus yang menyebutkan Direktur CV yang menjadi mitra Perumdam dalam pengadaan itu dibantah Nurdin selaku yang telah diberi kuasa langsung oleh direktur CV dalam menggunakan perusahaannya. “Saya punya rekaman suaranya langsung bahwa direktur CV memberikan wewenang sepenuhnya kepada saya dalam menggunakan perusahaan itu. Kebetulan perusahaan itu kami buat, semua modalnya dari saya,” ungkap Nurdin yang juga hadir pada jumpa pers tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam Pengadaan Water Meter ini, sebagaimana hasil riksus disebutkan menggunakan perusahaan yang sudah tidak aktif lagi, dengan Direktur atas nama Syafruddin. Kemudian hasil konfirmasi ke pihak perusahaan, ternyata mereka tidak mengetahui perusahaannya digunakan untuk pengadaan water meter. “Memang pak Syafruddin tidak mengetahui tentang pengadaan water meter ini. Cuma saya secara umum diberikan kewenangan. Kalaupun ada persoalan, siap bertanggungjawab. Saya juga sudah buat pernyataan saat ini,” tegas Nurdin selaku partner/pemilik modal yang menggunakan bendera perusahaan tersebut. (PSp)