OPINI : Akuntabilitas PPDB dan Kenormalan Baru Pendidikan

oleh ;
Fathul Muin, S.P
(Ketua Bidang Advokasi pada Lembaga Studi dan Analisis Kebijakan Publik, Kabupaten Sumbawa NTB).

Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2020 mengalami perubahan  signifikan. Dibandingkan dengan PPDB tahun sebelumnya, PPDB tahun 2020 nampak lebih ‘istimewa’ mengingat ada dua aturan yang harus dipedomani.

Pertama, Permendikbud  Nomor 44 Tahun 2019 tentang  Penerimaan Peserta Didik Baru Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan.  Dan  Kedua, SE Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.

Permendikbud  Nomor  44 Tahun 2019, menekankan akuntabilitas dan transparansi sebagai prinsip dalam PPDB dan pelaksanaanya  menjadi  tanggung  jawab pemerintah daerah. 

Perubahan lain terkait PPDB tahun 2020 adalah penetapan kuota jalur zonasi dari ketentuan paling sedikit 90 persen (Permendikbud 51 tahun 2018) menjadi paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah.

Kuota jalur prestasi  juga mengalami perubahan dengan memanfaatkan sisa kuota jalur zonasi,afirmasi dan perpindahan tugas dengan ketentuan paling banyak 30%.   

Perubahan mendasar dalam Peraturan  Mendikbud No.44/2019 bertujuan memastikan keadilan bagi semua calon peserta didik baru dan meminimalisir terjadinya praktik kecurangan dalam PPDB.

Seperti kita maklumi, PPDB tahun sebelumnya diwarnai banyak praktik kecurangan di berbagai daerah. Kasus paling dominan adalah transaksi jual beli kursi yang nilainya cukup fantastik mencapai  puluhan juta untuk masuk ke sekolah favorit. 

Kemudian ada kasus  maladministrasi domisili  peserta didik pada sistem zonasi dengan transaksi antara 1-2 juta rupiah, juga manipulasi surat keterangan tidak mampu (SKTM) agar diringankan biaya pendidikan. (KPAI, 2019)

Yang paling menyedihkan adalah kasus penindasan sekolah oleh anggota DPRD agar memberi peluang dan kebebasan anak pejabat melalui jalur khusus (Ombudsman, 2019).

Tanggung Jawab Pemda

Pasal 12 UU Nomor  23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa pendidikan termasuk urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar.

Pemerintah daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan dalam urusan Pendidikan Anak Usia Dini dan nonformal atau PAUDNI, SD dan SMP. Sedangkan urusan pendidikan menengah (SMA dan SMK) dan pendidikan khusus menjadi kewenangan pemerintah propinsi.

Melalui kewenangan yang besar ini pemerintah daerah memiliki tangung jawab yang besar pula. Dalam pelaksanaan PPDB misalnya, Pemda bertanggungjawab atas  hasil dan dampak dari pemetaan dan penetapan zonasi, bertanggung jawab atas penyusunan petunjuk teknis PPDB  dan memastikan pelaksanaan PPDB menjunjung tinggi prinsip nondiskrimininatif, objektif, transaparan akuntabel dan berkeadilan.

Penggunaan motode pendaftaran daring/online juga menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Layanan ini diperlukan  untuk mempermudah pihak pengelola layanan mengendalikan kuota calon siswa dan mempermudah peserta dalam mengakses ketersediaan kursi bagi calon siswa.  Yang lebih penting  lagi adalah  menekan kecurangan dalam proses penerimaan siswa baru. 

Selama ini kasus-kasus kecurangan dalam PPDB disebabkan mentalitas yang buruk, sistem pengelolaan layanan yang tidak memadai serta kordinasi dan pengawasan yang minim.

Kenormalan Baru Pendidikan

Angka penyebaran Covid-19 sampai saat ini masih bersifat fluktuatif dan belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Meskipun demikian  sejumlah  sektor,  terutama sektor ekonomi dan pelayanan publik mulai didorong untuk beraktivitas kembali dengan protokol kesehatan yang ketat.

Di sektor pendidikan, khususnya pada pelaksanaan penerimaan peserta didik baru harus tetap berpedoman pada SE Mendikbud Nomor 4 tahun 2020. Dinas Pendidikan dan Sekolah diminta menyiapkan mekanisme PPDB yang mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penularan covid 19.  

Di sisi lain, seiring wacana pemberlakukan kebijakan normal baru (new normal), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga membuka kemungkinan pembukaan sekolah. 

Menteri Pendidikan dan kebudayaan, Nadiem Makarim, sudah memastikan tahun ajaran baru 2020/2021 dimulai pada bulan Juli.  Namun jika hal itu diikuti dengan pembukaan sekolah, maka harus pula disertai dengan kepastian bahwa semua prakondisi yang mendukung kegiatan belajar mengajar aman bagi siswa maupun guru. 

Pada beberapa sekolah yang berada di wilayah zona hijau sudah mulai menyiapkan prasarana protokol kesehatan. Misalnya pemasangan tanda jarak fisik di ruang kelas atau penerapan jarak duduk. Selain itu ada  skema pembatasan jumlah siswa di ruang kelas, pengaturan jam masuk, fasilitas cuci tangan serta penyiapan alat pengukur suhu tubuh. 

Namun hal itu belum cukup untuk memastikan keamanan proses belajar mengajar. Faktor di luar itu yang harus menjadi perhatian adalah sektor transportasi. Sektor ini sangat terhubung dengan proses belajar mengajar di sekolah. Bayangkan jika jasa transportasi tidak memberikan kepastiaan keamanan dari penyebaran Covid-19 bagi siswa. 

Oleh karena itu, semua stakeholders harus memiliki kepatuhan yang sama terhadap protokol kesehatan. Bagi pemangku kebijakan perlu segera mensosialisasikan tahapan-tahapan kenormalan baru. Masyarakat juga harus ikut berpartisipasi dalam pengawasan pelaksanaan kebijakan tersebut. (***)

Komentar

comments

Shares

Related posts

Leave a Comment