OPINI : Iuran BPJS Kesehatan Naik di Tengah Pandemi, Bukti Pemerintah Abai Memahami Kemerosotan Keuangan Masyarakat

Oleh : Efriza, S.IP, M.Si
(Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan – Kota Depok, Jawa Barat)

Kontroversi terkait Iuran BPJS kesehatan kembali terjadi. Di tengah pandemi Covid-19 yang
masih mengancam serta kondisi ekonomi masyarakat yang mengalami kemerosotan akibat
pandemi yang tak kunjung usai, pemerintah malah memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Lengkapnya, pada hari Rabu 1 Juli 2020, iuran BPJS Kesehatan naik untuk kelas I dan kelas II, serta
iuran kelas III akan naik mulai per Januari 2021. Kenaikan premi program Jaminan kesehatan
Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan tersebut merupakan amanat Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan.
Aturan tersebut telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa, 5 Mei 2020.
Presiden Joko Widodo menetapkan kenaikan iuran tersebut sebagai respons atas pembatalan
kenaikan iuran sebelumnya oleh Mahkamah Agung (MA), yang diatur dalam Perpres Nomor 75
Tahun 2019. Atas pembatalan tersebut, pemerintah pun menyusun Perpres Nomor 64 Tahun 2020
dan kembali memberlakukan kenaikan iuran mulai Rabu, 1 Juli kemarin, sangat disayangkan!
Defisit BPJS Kesehatan yang semakin bertambah menjadi alasan mengapa kenaikan iuran BPJS
Kesehatan diputuskan. Presiden Joko Widodo memang telah menginstruksikan untuk segera
menyelesaikan masalah defisit pada BPJS Kesehatan. Namun, keputusan menaikkan iuran BPJS,
yang diterbitkan di tengah pandemi, di kala kondisi perekonomian masyarakat yang menurun
drastis, tentunya memberatkan rakyat, akhirnya berdampak terhadap gelombang turun kelas yang
terjadi di daerah-daerah, oleh sebab itu kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini perlu disikapi dengan
konstruktif.
Berdasarkan hal tersebut, Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP) perlu
menyatakan pendapat dan sikap dalam merespons isu kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini. Dengan
sikap tegas, PSKP meminta dengan tegas agar pemerintah membatalkan kenaikan iuran BPJS
Kesehatan selama Pandemi Covid-19 masih terjadi dan lebih mendahulukan penyelesaian
permasalahan BPJS dibandingkan menaikkan iuran BPJS. Alasan-alasan yang menyertai sikap tegas
PSKP sebagai berikut:

  1. Pengelolaan BPJS Kesehatan masih amburadul sehingga mengalami kerugian. Misalnya,
    pada tahun 2019 saja, BPJS Kesehatan mengalami kerugian sebesar Rp 28,5 triliun. Dibalik
    kerugian itu, disinyalir terjadi karena banyak rumah sakit rujukan yang melakukan pembohongan data.
    Lebih baik mengurai permasalahan ini dan menelusuri kebenarannya terlebih dahulu,
    daripada menaikkan iuran yang membebani ekonomi rakyat.
  2. Sistem manajemen klaim BPJS Kesehatan pun masih berantakan. Masih ditemukan adanya
    klaim ganda peserta, bahkan ada klaim dari peserta yang sudah tidak aktif dan yang telah
    meninggal. Problematika ini harus mendapatkan respons cepat dan kerja cepat dan tepat,
    untuk pembenahan yang cepat dan tegas.
  3. Pasien yang sembuh dari Covid-19 masih membutuhkan klaim BPJS Kesehatan untuk
    perawatan pasca-infeksi, sehingga kenaikan iuran dirasakan akan memberatkan mereka,
    terlebih dengan situasi ekonomi yang masih belum menentu di masa pandemi ini. Bahkan,
    semestinya BPJS juga mengakomodir pemeriksaan kesehatan Covid-19 karena ini
    permasalahan luar biasa dan perlu penanganan extraordinary.
  4. Sebelum menaikkan iuran BPJS Kesehatan, tentunya dengan catatan pandemi sudah
    berakhir, pemerintah perlu mengedukasi secara bertahap agar peserta BPJS Kesehatan bisa
    mempersiapkan kebutuhan untuk membayar preminya. Dengan melakukan edukasi lebih
    awal, diharapkan peserta BPJS Kesehatan agar tetap melaksanakan kewajibannya untuk
    membayar premi dan tidak lepas kepesertaannya di BPJS Kesehatan.
  5. Pemerintah harus tetap memberikan fasilitas pelayanan kesehatan yang optimal kepada
    setiap pemegang hak BPJS Kesehatan, sekalipun iuran tidak mengalami kenaikan.

Kesimpulan kami adalah, defisit keuangan di BPJS Kesehatan adalah akibat dari
mismanajemen dan koordinasi yang buruk dengan rumah sakit rujukan, narasi ini harus berani
diungkapkan pemerintah, tak melulu menyalahkan masyarakat karena peserta telat atau tidak
membayar iuran. Apalagi di tengah pandemi, rakyat masih banyak yang mengalami kesulitan
keuangan. Semestinya untuk rakyat, pemerintah ekstra peduli dan teramat memahami kondisi
ekonomi masyarakat, bahkan Presiden Joko Widodo harus memenuhi komitmen pernyataannya
yang menyatakan, “Asal untuk Rakyat, Negara, Saya Pertaruhkan Reputasi Politik.” Untuk itu, secara
tegas, kami menolak kenaikan iuran BPJS ini, setidaknya sampai pemerintah melakukan
restrukturisasi dan perbaikan di tubuh BPJS Kesehatan dan situasi Pandemi Covid-19 telah
dinyatakan selesai. ***

Komentar

comments

Shares

Related posts

Leave a Comment