Oleh : Heri Kurniawansyah HS
(Fisip UNSA & Peraih Beasiswa LPDP Program Pasca Sarjana)
Menyiapkan generasi emas bangsa melalui peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas adalah program atau kebijakan wajib dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebab hanya dengan SDM yang bekualitas, bangsa akan maju dan berkembang serta mampu berdiri di atas kakinya sendiri. Menelisik ke belakang di era Orde Baru, khususnya daerah-daerah timur Indonesia begitu tertinggal, sebab terjadi disparitas yang begitu mencegangkan khususnya masalah pendidikan. Namun seiring dengan perubahan sistem demi sistem, berlakunya sistem desentralisasi atau otonomi daerah, sepertinya daerah mempunyai power dalam melaksanakan kebijakan apapun demi kepentingan masyarakat, termasuk mendirikan berbagai perguruan tinggi di daerah masing-masing untuk mengakomodir putra putri daerah yang sangat sulit melanjutkan pendidikan di kota/pulau Jawa. Seiring kemajuan peradaban manusia, sebagian besar masyarakat yang ada di daerah mulai merasakan iklim akademik pendidkan tinggi. Namun masalah tidak berhenti pada titik tersebut, walaupun perubahan signifikan tersebut telah terjadi, namun daerah pun tetap mengalami ketinggalan dalam menyiapkan generasi emasnya untuk menggapai pendidikan yang lebih tinggi serta pendidikan terbaiknya. Pokok permasalahannya adalah mahalnya biaya menuntut ilmu dalam jenjang yang lebih tinggi. Mengingat tuntutan dunia akademik serta tuntutan era modern yang menunutut untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi, sepertinya ada sebuah keharusan bagi para generasi untuk meraih apa yang dituntut tersebut. Namun untuk meraih semuanya tentu tidak mudah, sebab para generasi akan terbentur dengan mahalnya biaya pendidikan.
Rentan ketertinggalan bangsa Indonesia dalam sistem pendidikan maupun dalam menyediakan SDM sangat jauh jika dibandingkan dengan Negara-negara tetangga (Asean). Dari data UNDP terkait dengan Indeks Pembangunan Manusia (Human Developmen Index, 2004), Indonesia berada di urutan ke 111, sementara Malaysia berada di urutan ke 58, Brunei Darussalam berada di urutan ke 33, Singapura urutan ke 25, Thailand urutan ke 76 dan Philipina urutan ke 83. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa Indonesia jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Negara-negara tetangga dalam menyiapkan kualitas SDM. Belum lagi ketika dikomparasikan dengan Negara-negara Eropa. Kita bisa meihat negara-negara Skandiavia (Swedia, Norwegia, Denmark, Islandia, Finlandia), guru TK atau Paud pun adalah seorang Professor dan Doktor. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi bangsa kita saat ini. tentu kondisi tersebut tidak bisa dipandang hanya dalam batasan “khutbah” para penguasa di berbagai tempat, masalah perbaikan pendidikan harus disegerakan, agar bangsa ini tidak menjadi sarang orang-orang termarjinalkan.
Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak warga Negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas bangsa Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945, yang mewajibkan pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Atas dasar itulah pemerintah berkewajiban membuat kebijakan-kebijakan yang benar-benar focus terhadap peningkatan kualitas SDM bangsa. Untuk melerai masalah tersebut, salah satunya pemerintah telah membuka beasiswa-beasiswa unggulan yang bisa diakses secara luas dan terbuka. Tentu ini menjadi kabar baik bagi generasi emas bangsa, termasuk generasi bangsa yang berada di daerah-daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Para generasi bangsa tentu tidak pernah terpikirkan akan bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, mengingat mahalnya biaya pendidikan saat ini, namun dengan adaya kebijakan pemerintah melalui beasiswa-beasiswa unggulan, para generasi seperti merasa punya harapan atau mempunyai semangat baru untuk belajar dan menjadi generasi emas penerus perjuangan ini. Adanya kebijakan beasiswa unggulan tersebut semata-mata karena pemerintah sangat sadar bahwa pendidikan terbaik atau menyiapkan SDM emas bangsa adalah pondasi utama dalam membangun bangsa kedepannya, sehingga perlu adanya kekuatan generasi bangsa yang diisi melalui pendidikan terbaiknya. Selain itu, tujuan dari beasiswa tersebut adalah sebagai wujud pemerintah dalam memeratakan pendidikan di tanah air, agar semua generasi bangsa bisa merasakan iklim akademik atau pendidikan terbaiknya untuk pembangunan bangsa yang sesuai dengan amanat UUD 1945. Dahulunya pun ada banyak peluang beasiswa, seperti beasiswa DIKTI, Pemerintah Daerah, beasiswa-beasiswa kerjasama lainnya, serta beasiswa-beasiswa dari pihak-pihak swasta, bahkan sampai saat ini pun beasiswa tersebut masih sangat eksis, namun karena akses informasi dahulunya yang terbilang masih minim serta kuotanya yang masih terbatas (jika dibandingkan dengan beasiswa saat ini/LPDP), sehingga cukup jarang diketahui oleh masyarakat pada umumnya . Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang dahsyat, akses infromasi apapun sangat mudah diketahui. Saat ini begitu banyak program beasiswa, baik beasiswa pemerintah maupun swasta dengan berbagai jenis beasiswa yang informasinya bisa diakses secara terbuka oleh siapapun. Diantara beasiswa pemerintah yang begitu primadona saat ini adalah beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), beasiswa-beasiswa luar negeri yang bekerjasama dengan pemerintah Indonesia, dan beasiswa lainnya.
Terkhusus LPDP, pemeintah telah membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi generasi bangsa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang magister maupun doktoral, baik dalam negeri maupun luar negeri, dengan biaya sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah, artinya pemerintah benar-benar focus untuk meningkatkan kualitas SDM bangsa. Semenjak diluncurkan program beasiswa tersebut yaitu pada tahun 2013, sudah ribuan generasi bangsa di seluruh Indonesia telah menikmati pendidikan tingginya melaui beasiswa tersebut. Beasiswa tersebut benar-benar dikhususkan untuk menyiapkan pemimpin masa depan bangsa, minimal berkontribusi untuk daerah dan lingkungannya. Namun yang menjadi pantangannnya adalah jangan sampai segala fasilitas dan biaya yang telah diberikan oleh pemerintah dijadikan sebuah paradigma pragmatis dan hedonisme yang digunakan untuk hal-hal yang tidak menyangkut dengan pendidikan. Jangan pernah beranggapan bahwa “ah….ini dari pemerintah, jadi apa salahnya saya berpoya-poya, beli apapun bisa, toh ini bukan uang dari orang tuaku”. Ungkapan tersebut adalah kecurangan besar dalam memanfaatkan pemberian pemerintah. Pemerintah dalam hal ini sudah membuat kebijaan terbaik bagi generasi emas bangsa, tinggal bagaimana generasi ini benar-benar memanfaatkan beasiswa tersebut untuk fokus meraih prestasi dan berkontribusi bagi orang lain. Secara empiris, para generasi yang telah mendapatkan beasiswa adalah orang-orang terpilih dari jutaan generasi yang ada di bangsa ini, oleh karenanya, jangan pernah mengecewakan bangsa sendiri. Sesungguhnya pemberian tersebut adalah hutang yang wajib untuk dibayar. Pemerintah tidak pernah meminta ganti beasiswa tersebut dengan berupa uang, namun pemerintah hanya meminta untuk para generasi mampu berprestasi di bidangnya masing-masing dan benar-benar mendarmabaktikan diri untuk mengejawantahkan Tri Darma Pegruruan Tinggi. Selain itu, pemerintah mengharapkan agar para generasi tersebut berkontribusi bagi daerahnya masing-masing, minimal untuk lingkungan sekitarnya. Manfaatkan peluang tersebut untuk menjadi generasi yang benar-benar bermanfaat bagi orang lain. Bangsa akan selamat dan maju ketika para generasinya mempunyai kualiats SDM terbaik. Pemerintah telah memberikannya, mari berikan yang terbaik untuk bangsa ini, karena beasiswa sesungguhnya adalah hutang yang wajib kita bayar dengan sebuah prestasi dan kontribusi nyata.