Mengenal Lebih Dekat LALU ISMAIL DEA MALELA

Catatan : Didin Maninggara
(Menyambut Kunker Presiden Jokowi di Pemangong)

Lalu Ismail Dea Malela adalah seorang pejuang dan tokoh ulama kelahiran Gowa, Makassar. Kiprah perjuangan dan dakwah beliau bermula dari kedatangannya ke Tanah Sumbawa pada usia yang masih muda ketika itu sekitar 17 atau 18 tahun.
Beliau datang bersama ayahnya Lalu Abdul Kadir Jaelani (Dea Koasa) dari Makassar ke Sumbawa dengan memakai sampan kayu dan mendarat di Labu Punti, Sumbawa.

Kedatangan beliau bersama sang ayah ke Tanah Sumbawa adalah dalam rangka mencari jejak sang paman yang bernama Lalu Aga Dea Tuan dengan tujuan mengajaknya untuk berjuang melawan penjajahan saat itu. Lalu Aga Dea Tuan adalah seorang ulama besar Tanah Sumbawa dan bertempat tinggal di sebuah Dusun kecil bernama Pemangong. Di Pemangonglah kemudian Lalu Ismail bersama sang ayah tinggal dan berdakwah dalam waktu yang tidak lama sekitar satu sampai dua tahun.

Setelah itu beliau berangkat ke Tanah Jawa, tepatnya di Batavia. Disana beliau bersama ayahnya berdakwah dalam rangka melawan penjajahan bersama alim ulama Tanah Jawa saat itu. Ismail Dea Malela berjuang dengan menjadikan agama sebagai perekat perjuangan bangsa, dengan tutur bahasa yang sopan dan lembut dalam berdakwah banyak masyarakat di Tanah Jawa tertarik kepada ajakan beliau.

Karena keberaniannya dalam berjuang melawan penjajahan kala itu, akhirnya beliau ditangkap bersama ayahnya oleh Belanda lalu dibuang ke Afrika Selatan dengan posisi kaki dan tangan dirantai.

Pertimbangan Belanda, Dea Koasa dilepas dan Ismail Dea Malela bersama pejuang di Tanah Jawa diberangkatkan ke Afrika. Cerita penangkapan dan pembuangan Ismail Dea Malela diketahui setelah ayahnya pulang ke Sumbawa dan menceritakan peristiwa perjuangan sang anak yang begitu gigih dalam menjadikan Tanah Jawa sebuah negeri merdeka. Ismail Dea Malela dibuang dalam usia 25 tahun dan Ismail pun tetap berjuang dalam rangka penyebaran Islam di Afrika. Ayah Ismail Dea Malela pun sampai usia yang sangat tua tetap menyiarkan Islam dan berjuang untuk kemerdekaan bersama saudaranya yang berada di Pemangong Lalu Aga Dea Tuan.

Lalu Abdul Kadir Jaelani Dea Koasa menghembuskan nafas terakhirnya di Sumbawa dan dimakamkan di Makam Sampar Sumbawa. sedangkan Dea Tuan meninggal di Dusun Pemangong dan dimakamkan di Bukit Pemangong yang dikenal sampai sekarang ini dengan sebutan Bukit Kuber Dea Tuan di mana kelima cucu Lalu Abdul Kadir Jaelani putra-putri dari Dea Mar yang merupakan saudara kandung Ismail Dea Malela juga dikebumikan di tempat tersebut.

Dea Mar sendiri adalah seorang pejuang Tanah Sumbawa yang mana ikut berjuang bersama Kerajaan Sumbawa saat itu, Beliau diposisikan oleh Kerajaan Sumbawa untuk memerintah di wilayah selatan Sumbawa karena Dea Mar Lalu Sanapiah dikenal oleh Kerajaan beserta masyarakat Sumbawa adalah orang sakti yang berilmu tinggi.

Dea Mar sendiri dalam acara dan hal-hal penting Kerajaan selalu ikut terlibat dan mendapatkan kepercayaan yang cukup besar ketika itu. Dea Mar dengan ciri khasnya selalu menggenggam dan menjinjing sebuah tombak yang bernama Tombak Pioko. Dari Dea Mar Sanapiah inilah lahir keluarga besar yang bertempat tinggal di Dusun Pemangong dan di segala tempat.

Keterangan Foto : Makam Dea Koasa di makam Sampar, Kelurahan Seketeng, Sumbawa Besar, tampak salah seorang cicit Dea Koasa bernama Hermansyah (Eman Pemangong).

Komentar

comments

Shares

Related posts

One Thought to “Mengenal Lebih Dekat LALU ISMAIL DEA MALELA”

  1. Menarik mengulas sejrah2 yang tercecer dan kini mulai di tutur kbali dengan cara memakai nama2 para figur yang sangat menginspirasi…walaupun sy bukan orang sbawa tapi saya sangat mwncintai sejarah Indonesia yang salah satunya ada di Sumbawa ini…

Leave a Comment