Sumbawa, pulausumbawanews.net – Hari Jum’at 19 Agustus 1977 sekitar pukul 13.00 WITA merupakan saat kelabu bagi warga yang tinggal di Ai Ketapang Desa Lunyuk Rea, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Seusai umat muslim mendirikan Sholat Jum’at, tiba-tiba dikagetkan dengan kejadian gempa bumi yang sangat dhasyat.
Pusat gempa yang terjadi di bulan puasa itu, berada di Samudera Indonesia sebelah Barat Daya Pulau Sumba (NTT). Menurut perhitungan Pusat Meteorologi dan Geofisika, pusat gempa atau episenter berada di laut pada posisi 118.6* BT – 11,8* LS pada kedalaman sekitar 33 kilometer. Kekuatan gempa diperkirakan mencapai 8 Skala Reichter (SR).
Satu jam sebelumnya, sempat terjadi gempa pendahuluan yang kekuatannya sekitar 6,2 SR. Meski pusat gempa berada jauh dari daratan dan di bawah permukaan laut, namun bencana tak dapat dielakkan dengan terjadinya gelombang pasang atau tsunami yang melanda sebagian besar pantai selatan dari deretan Nusa Tenggara, meliputi pulau Bali, Lombok, Sumbawa dan Sumba.
Kerusakan akibat gempa tidak begitu parah, melainkan hanya terjadi keretakan pada dinding-dinding bangunan. Kecuali bangunan yang tinggi seperti menara yang pada umumnya mengalami kerusakan cukup parah disebabkan oleh getaran horisontal dengan durasi cukup panjang. Akibat kejadian tersebut, sedikitnya 198 orang tewas atau hilang dan lebih dari 1.000 orang menderita.
Sementara kerugian material diperkirakan mencapai Rp. 230 juta lebih yang sebagian besar disebabkan oleh gelombang pasang ( Tsunami ) yang terjadi beberapa saat setelah gempa.
Tsunami menghantam daerah-daerah pantai yang berbentuk landai, teluk atau muara sungai, dimana tempat-tempat seperti itu pada umumnya merupakan daerah pemukiman masyarakat.
Gelombang terbesar dikhabarkan terjadi di Pantai Ai Ketapang Kecamatan Lunyuk Kabupaten Sumbawa dengan ketinggian sekitar 8 meter.
Sebagian besar penduduk setempat tidak mengetahui akan datangnya bahaya tsunami setelah terjadinya gempa dan bahkan tercengang menyaksikan surutnya air laut secara mendadak tidak seperti biasanya.
Penduduk di beberapa tempat telah mendengar bunyi ledakan seperti bom beberapa saat setelah terjadinya getaran gempa dan sebelum datangnya gelombang pasang.
Menurut keterangan warga yang berdekatan dengan pusat gempa, bahwa bunyi tersebut terjadi berulang-ulang sampai 3 kali.
Air laut tiba-tiba menjadi keruh berwarna kehitam-hitaman dan berbau aneh amat menyengat .
Di beberapa tempat dilaporkan adanya kenaikan suhu air laut. Diperkirakan kondisi itu disebabkan oleh penyerapan panas dari pantai.
Beruntung, gempa yang terjadi pada 19 Agustus 1977 itu di saat air laut sedang surut (low tide) sehingga tinggi gelombang relatif rendah.
Pusat gempa berada di sebelah selatan Kepulauan Sunda Kecil merupakan daerah pertemuan antara 2 (dua) lempeng kulit bumi, yakni Lempengan Indo Australia di sebelah selatan dan Lempengan Asia di sebelah utara.
Lempengan Indo Australia yang bergerak ke arah utara menghimpit ke bagian bawah Lempengan Asia dengan membuat sudut kemiringan yang tajam.
Di daerah pertemuan antara kedua lempengan itu terdapat daerah subduction yang diwujudkan dengan adanya parit Laut Jawa (Java Trench ) yang sejajar dengan busur kepulauan Sunda Kecil dengan kedalaman maksimum sekitar 6.000 meter.
Di sebelah utara dari parit laut itu terdapat Cekungan Lombok dengan kedalaman 4.000 meter. Di daerah ini banyak terdapat sumber gempa bumi dangkal yang merupakan pelepasan energi yang terkumpul sebagai akibat dari gaya-gaya tegangan yang bekerja secara terus menerus.
Karena kemiringan bidang lempengan ke arah utara, maka sumber-sumber gempa bumi semakin dalam ke arah tersebut.
Dari hasil survey lokasi Tim Kordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA) saat itu, diperoleh informasi kejadian bencana sebagai berikut :
– Benoa ( Bali ), tinggi gelombang sekitar 2,5 meter dari permukaan laut. Gelombang datang sebanyak 3 kali.
– Labuhan Aji (Lombok Timur ), masyarakat setempat mendengar suara ledakan sebanyak 3 kali secara berturut-turut dengan selang waktu sekitar 1 menit. Tinggi gelombang sekitar 4 meter. Air laut berwarna hitam masuk ke daratan sekitar 150 meter.
– Pantai Awan (Lombok Tengah ), terdengar ledakan 3 kali berturut- turut . Tinggi gelombang sekitar 4 meter.
– Kuta (Lombok Tengah ), ledakan sebanyak 3 kali. Air laut surut sejauh 300 meter dari bibir pantai, kemudian datang gelombang pasang yang mencapai darat sekitar 200 meter.
– Ampenan (Lombok Barat ), hanya dirasakan geteran gempa bumi, namun tidak disertai tsunami atau gelombang pasang.
– Ai Ketapang Lunyuk (Sumbawa ), getaran kuat selama 5 menit, ledakan sebanyak 3 kali, air surut sejauh 400 meter, kemudian disusul dengan datangnya gelombang pasang masuk ke darat sejauh 500 meter. Tinggi gelombang diperkirakan 5 – 8 meter.
– Larantuka ( Flores Timur), tidak terdengar suara ledakan, terjadi getaran selama beberapa menit kemudian disusul air surut dan gelombang laut dengan ketinggian sekitar 5 meter.
Maa Shaa Allah, baru tahu
Ceritanya : Awalnya papin balo kami katedu pang Leba (dekat dodo dan rinti). Utk memudahkan pelayanan pemerintah, maka atas saran pemerintah, masy memilih turun ke wilayah babar (lokasinya seberang kali berang babar) nama kampungnya “babar”, lalu masy pindah ke dekat pantai. Tempat inilah yang kemudian bernama “ai ketapang”. Setelah tsunami, masy direlokasi ke dekat dusun perung dan namanya diganti menjadi “kampung harapan baru”. Nama ini tidak familiar dan lebih suka disebut “ai ketapang.” wallahua’lam.