Warga Terdampak Jalan SAMOTA Unjuk Rasa ke DPRD

Sumbawa, PSnews – Warga terdampak pembangunan jalan SAMOTA di Dusun Ai Bari, Desa Kukin, dan Ai Limung Desa Pungkit, Kecamatan Moyo Utara, berunjuk rasa ke DPRD Sumbawa, Senin (21/09/2015). Aksi warga tersebut terkait penolakan terhadap pembangunan jalan lingkar utara SAMOTA. Alasan warga, bahwa pembangunan jalan SAMOTA akan mengorbankan sumber kehidupan mereka.

Demo SAMOTA di DPRD
Demo SAMOTA di DPRD

Dalam hal ini, warga beralasan bahwa tanah yang akan digunakan untuk akses jalan SAMOTA merupakan tanah produktif seluas 300 ha, 12 ha di antaranya akan digunakan untuk ruas jalan SAMOTA. Tanah selama ini digunakan untuk lahan pertanian dan peternakan tersebut, mampu menghidupkan warga Ai Bari sebanyak 580 jiwa.

Kemudian, tanah warga Ai Limung seluas 380 ha, 15 ha di antaranya akan digunakan untuk jalan SAMOTA. Tanah ini juga merupakan sumber penghidupan warga Ai Limung sebagai wilayah program wajib pemerintah melalui program bumi sejuta sapi (BSS). Oleh Dinas Pertanian, tanah ini ditetapkan sebagai wilayah program upaya khusus (Upsus) swasembada pangan tahun 2015-2017.

Sebenarnya, pemerintah Kabupaten Sumbawa melalui Dinas PU telah mensosialisasikan rencana pembangunan ruas jalan SAMOTA tersebut di kantor Desa Pungkit pada tahun 2014. Pada pertemuan tersebut perwakilan legislative memberikan gambaran pada pembebasan lahan tahun 1998 untuk jalan bypass lingkar selatan Sumbawa Besar dengan nilai sebesar Rp 10.000.000 per are.

Hearing di DPRD
Hearing di DPRD

Kemudian sosialisasi kedua oleh Bagian Aset Pemda Sumbawa di kantor Desa Kukin. Pertemuan lanjutan dilakukan pada tanggal 7 Maret 2015 di tempat yang sama melibatkan warga, BPN dan Bagian Asset Pemda Sumbawa membahas turunnya tim independent utuk mengecek luas  tanah secara factual di lapangan.

Lalu pada 15 Juni 2015 di aula lantai III Kantor Bupati Sumbawa, kembali dilakukan musyawarah antara pemerintah dengan warga mengenai penetapan bentuk ganti rugi oleh panitia pelaksana pengadaan tanah. Saat itu panitia memperjelas jumlah ganti rugi berkisar antara Rp 800.000 hingga Rp 850.000 per are. Karena ditolak warga, akhirnya musyawarah tersebut bubar tanpa adanya kesepakatan.

Pada tanggal 6 Juli 2015 kemudian diadakan musyawarah ulang oleh panitia pelaksana pengadaan tanah dengan warga. Kepada warga, panita menyampaikan hasil penetapan harga oleh tim aprisal sebesar Rp 12.340 per meter bagi tanah bersertifikat dan Rp 11.430 per meter bagi yang hanya mempunyai sporadic. Lagi-lagi musyawarah tersebut tidak menghasilkan apa-apa.

Salah seorang warga Ai Bari, Hamzah, di hadapan sejumlah anggota DPRD Sumbawa dan Asisten II Setda Sumbawa, menyampaikan bahwa jika pengerjaan jalan SAMOTA dilakukan maka akan mengambil lahan pertanian warga termasuk dirinya. “Maka kami tolak jalan SAMOTA,” ungkapnya.

Perwakilan Warga Ai Limung, Abdul Wahab, mengungkapkan adanya tekanan fisik dan psikis oleh tim yang menemui warga. “Kami sangat dirugikan jika SAMOTA ini diteruskan,” ujarnya.

Warga lain, Arifuddin, menambahkan agar DPRD Sumbawa membantu warga untuk menghentikan pengerjaan ruas jalan SAMOTA.

Menanggapi keluhan dan aspirasi warga tersebut, Asisten II Setda Sumbawa, Muhammading, mengutarakan bahwa program ruas jalan SAMOTA merupakan program pemerintah pusat untuk membuka isolasi Kabupaten Sumbawa di wilayah utara. Sehingga pemerintah pusat merencanakan membuka jalur lingkar utara. “Maksudnya supaya potensi di Teluk Saleh dan kawasan daratannya bisa dikelola lebih optimal agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat setempat,” jelas Muhammading.

Ia menambahkan, nilai positif lainnya agar perekonomian masyarakat Sumbawa semakin lancar. Karena ke depannya akan memudahkan distribusi hasil pertanian dan peternakan.

Mengenai rencana tersebut, paparnya, sebenarnya telah disosialisasikan kepada warga sekitar dan disetujui oleh warga khususnya para pemilik lahan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya daftar hadir.

Muhammading memaparkan, jika luas tanah lebih dari 5 ha, maka akan ditangani oleh BPN Wilayah NTB. Mengenai harganya, telah sesuai dengan aturan yang semestinya dan menggunakan konsultan independen. Dalam hal ini Pemda hanya bertugas membayar atas nilai harga yang ditentukan konsultan. “Pemda dan BPN sudah menempuh semua prosedur tersebut,” timpal Muhammading. (PSb)

Komentar

comments

Shares

Related posts

Leave a Comment