Sumbawa, PSnews – Komisi-Komisi DPRD Kabupaten Sumbawa, menyampaikan drafting Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yang merupakan inisiatif dari Komisi-komisi dewan pada Sidang Paripurna DPRD Sumbawa yang berlangsung di Ruang Sidang Utama, Senin (15/02).
Sidang Paripurna tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua I DPRD Sumbawa, A. Rahman Alamudi SH, M.Si yang didampingi Wakil Ketua II dan Ketua III, H. Ilham Mustami, S.Ag dan Kamaluddin ST, serta dihadiri oleh Penjabat Bupati Sumbawa, Drs, H. Supram MM serta dihadiri oleh seluruh anggota DPRD Sumbawa.
Ranperda inisiatif Komisi pada tahun ini hanya disampaikan oleh 3 komisi yakni Komisi II, III dan Komisi IV. Masing-masing Komisi menyampaikan penjelasan terkait drafting Ranperda yang diusulkan. Diawali oleh Komisi II DPRD Sumbawa, yang mengajukan Ranperda tentang Penatausahaan Kayu Tanah Milik, yang dalam penjelasannya disampaikan juru bicara komisi II M. Yasin Musammah, S.Ap bahwa lahirnya Ranperda tersebut dilatarbelakangi oleh berlakunya Permenhut RI Nomor P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Hak, sehingga Perda Kabupaten Sumbawa Nomor 26 Tahun 2006 tentang Izin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik (IPKTM), tidak sesuai lagi sehingga harus dilakukan penyesuaian melalui Ranperda yang menjadi inisiatif Komisi II tersebut.
Disampaikan Yasin Musammah, bahwa penyusunan Ranperda tersebut telah melalui penyusunan naskah akademik dan diskusi publik untuk mengkaji Perda tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang bersal dari Hutan Hak yang berasal dari Hutan Hak dari aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis sebagai dasar dalam pembentukan Perda. Disamping itu katanya, uji publik tersebut juga bertujuan untuk menyamakan persepsi bagi eksekutif dan legislative dan para stakeholder dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah tentang Penatausahaan Kayu dari hutan hak.
Dengan adanya Ranperda tentang Penatausahaan Kayu Tanah Milik tersebut, menurut Yasin Musammah, akan membawa implikasi terhadap hal-hal sebagai berikut, diantaranya menghapus dualism peraturan yang mengatur tentang penatausahaan kayu hutan tanah milik, kemudian meningkatnya kesadaran masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk peningkatan usaha penanaman kayu pada hutan tanah milik untuk peningkatan kesejahteraan setempat. Selain itu juga meningkatnya peran seta dan keterlibatan swasta, masyarakt dan para pihak dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pengusahaan kayu dari hutan tanah milik yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, juga meningkatnya kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan kayu pada hutan tanah milik. Adapun secara formil Ranperda tersebut yakni terdiri atas 10 bab dan 22 pasal. “Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini nantinya, maka Perda tentang Izin IPKTM dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” katanya.
Sementara itu Komisi III DPRD Sumbawa mengusulkan Ranperda tentang Pengelolaan Sampah. Melalui juru bicaranya, Cecep Lisbano dijelaskan bahwa permasalahn sampah saat ini bukan hanya menjadi masalah biasa tapi sudah menjadi salah satu permasalahn yang sangat komplek yang dapat menghabat pembangunan dan mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Sekarang ini katanya, perkembangan Sumbawa sangat pesat selain tingkat pertambahan penduduk yang cukup padat juga terjadi pembangunan seperti pembangunan perumahan, pasar baik yang tradisional maupun semi modern, hal itu juga berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Dengan bertambahnya penduduk jelas Cecep Lisbano, akan bertambahnya volume, jenis dan karakteristik sampah, disisi lain pengelolaan sampah selama ini belum belum sepenuhnya sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negative terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Melalui Ranperda tersebut diharapkan akan terwujud budaya hidup bersih, indah dan sehat bagi seluruh masyarakat, kemudian diharapkan terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat disemua kawasan dan diharapkan dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. Adapun landasan yuridis dijelaskan Cecep, bahwa Ranperda Pengelolaan Sampah mengacu pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan PP Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah sejenis Sampah Rumah Tangga. Sementara untuk proses penyusunannya mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Permendagri Nomor I Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Sementara secara formil Ranperda tentang Pengelolaan Sampah terdiri atas 18 Bab dan 62 pasal.
Selanjutnya Komisi IV mengusulkan Ranperda tentang Penanggulangan Bencana. Sebagaimana dijelaskan juru bicara Komisi IV, Ismail M, SH. Bahwa wilayah Kabupaten Sumbawa secara geografis, hidrologis dan klimatologis memungkinkan terjadi berbagai ancaman atau bencana. Kondisi alam jelas menimbulkan resiko bencana yang tinggi seperti ancaman banjir, kekeringan, gelombang panas/abrasi, tanah longsor, kebakaran, angin putting beliung dan bencana alam lainnya. Keragaman ancaman bencana tersebut jelas ismail, memerlukan penaggulangan bencana yang sistematis dan terpadu melalui regulasi sehingga mampu mengurangi resiko bencana.
Adapun landasan filosofis lahirnya Ranperda tersebut bahwa peraturan yang dibentuk dengan mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan UUD 1945. Selain itu juga didasarkan pada tujuan Negara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia yang salah satunya melindungi dari ancaman bencana seperti bencana banjir, tanah longsor, angin putting beliung, gelombang pasang, kekeringan, kebakaran dan bencana alam lainnya.
Sementara landasan sosiologis tambah Ismail, mengambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan Negara.
Berdasarkan fakta dilapangan dimana wilayah Kabupaten Sumbawa sering terjadi kebakaran, kekeringan, banjir dan bencana alam lainnya yang menimbulkan kerugian besar, sehingga diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangannya secara sitematis yang harus diatur melalui regulasi Peraturan Daerah sehingga dalam pelaksanaannya akan lebih karena memiliki payung hukum. (PSa)